BUSINESS

Pandemi Membuat Eksekutif Perempuan Makin Susah Menapaki Karier

Pandemi jadi kesempatan reorganisasi terbesar dunia kerja.

Pandemi Membuat Eksekutif Perempuan Makin Susah Menapaki KarierIlustrasi pemimpin perempuan di perusahaan. Shutterstock/NDAB Creativity
05 May 2022
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Pandemi Covid-19 telah menghambat produktivitas dan menimbulkan krisis bagi para perempuan pekerja. Namun, apakah pandemi juga mengganggu jalur pendakian karier mereka di perusahaan-perusahaan Amerika?

Faktanya, pandemi telah mengacaukan budaya kerja. Namun, kekacauan itu juga mendobrak kekakuan perusahaan Amerika, yang menekan para pekerja—terutama perempuan—karena meminta apa pun di luar kebiasaan. “Bagi para profesional, pandemi menjadi kesempatan reorganisasi kerja terbesar yang pernah terjadi,” kata Marianne Cooper, sosiolog di The Stanford VMware Women’s Leadership Innovation Lab. 

Berbagai pola dan strategi perempuan bermanuver mempertahankan karier di situasi pandemi terungkap dalam sebuah survei terhadap komunitas Most Powerful Women di Fortune. Komunitas Most Powerful Women di Fortune—anggotanya sebagian besar terdiri dari para CEO dan pejabat eksekutif C-suite lainnya—55 persen responden mengatakan bahwa mereka tidak akan bisa meraih jabatan mereka saat ini dengan bekerja dari rumah. 

Sementara sebagian besar responden survei, mengatakan bahwa bekerja dari rumah akan merugikan perjalanan karier mereka. Lebih banyak lagi yang berpendapat bahwa melanjutkan pekerjaan jarak jauh akan membantu karier perempuan alih-alih merugikan mereka—tanda bahwa perubahan sedang berlangsung. “Tidak ada lagi stigma fleksibilitas jika semua orang bekerja dari rumah,” kata Erin Reid, seorang profesor di sekolah bisnis McMaster University, yang mempelajari dinamika gender di tempat kerja.

Apa pun jenis industri, posisi dan jabatannya, disrupsi ekonomi akibat Covid-19 akan menjadi luka yang membekas bagi para pekerja perempuan. Pekerja perempuan kerah biru banyak kehilangan pekerjaan dan sebagian belum mendapatkan pekerjaan mereka kembali. Jumlah ibu pekerja yang sebelumnya terbantu oleh telework lebih banyak yang keluar ketimbang perempuan tanpa anak dan para lelaki. Mereka yang bertahan dihadapkan dengan konsekuensi lainnya.

Beberapa kisah perjuangan para perempuan dalam menghadapi hambatan yang signifikan dalam karier di tengah gelombang pandemi ini bisa menjadi inspirasi untuk tidak menyerah di tengah pandemi.

Menghadapi politik kantor di tengah pandemi

Ilustrasi pemimpin perempuan bekerja dari rumah. Shutterstock/SofikoS

Ketika mantan CEO PepsiCo, Indra Nooyi, bergabung dengan produsen minuman bersoda itu pada 1994, tidak ada satu pun perempuan lain pada jabatan di atas atau bahkan sejajar dengannya. Ada 15 posisi puncak di perusahaan itu dan semuanya diduduki oleh lelaki berkulit putih dengan setelan gelap. Norma yang berlaku di korporasi Amerika Serikat (AS) sejak lama disusun oleh dan untuk para lelaki. Nooyi akan berusaha mengubahnya, namun untuk mencapai posisi puncak manajerial, pertama-tama Nooyi harus belajar dari mereka. 

“Jika Anda tidak memahami politik kantor dan berinteraksi dengan para lelaki itu, Anda akan semakin tertinggal,” katanya.

Selama 18 bulan terakhir, politik kantor telah merambah ke ranah daring, membuat kesempatan mengembangkan diri yang sejak dulu sudah terbatas menjadi semakin sempit bagi para wanita karier.

Di dunia maya, Anda tidak bisa tahu bahwa sebuah pertemuan penting tengah berlangsung lewat Zoom—tanpa kehadiran Anda? Sementara di kantor, Anda bisa berjalan melewati ruang konferensi atau mengintip ke kantor atasan Anda. “Setidaknya Anda tahu Anda tidak diundang,” kata Nooyi sambil tertawa. 

 “Para ibu yang tetap berada di angkatan kerja mengalami stres, kecemasan, dan frustasi yang hebat,” kata Claudia Goldin, seorang profesor ekonomi di Harvard. "Mereka bekerja di bawah tekanan yang luar biasa." 

Kondisi tersebut sangat menyedihkan karena pandemi melanda saat perempuan justru meraih capaian signifikan di pasar kerja. Pada Januari 2020, untuk pertama kalinya dalam lebih dari satu dekade, lebih banyak perempuan berada di angkatan kerja AS dibandingkan pria.

Di posisi puncak perusahaan, peran perempuan semakin kentara. Mereka tidak hanya diundang, tetapi menginisiasi berbagai rapat. Pada bulan Juni, ketika daftar Fortune 500 terbaru rilis, ada 41 perusahaan terbesar dunia yang dipimpin perempuan. Memang masih rendah, namun ini adalah sebuah pencapaian mengingat 10 tahun lalu hanya ada 12 perusahaan dalam daftar bergengsi tersebut yang dipimpin oleh direktur perempuan.

Mengingat urgensi krisis yang melanda, dapat dimengerti bahwa potensi dampak pandemi terhadap para pemimpin perempuan di perusahaan belum banyak disoroti. Namun, dampak Covid-19 terhadap angkatan kerja perempuan jauh melampaui isu-isu politik kantor. Saat ini, lebih banyak perempuan yang lulus dari perguruan tinggi ketimbang pria. Sedangkan pada tingkat magister, jumlahnya hampir sama.

Namun, rasio itu terbalik begitu mereka memasuki dunia kerja, dan perbedaan itu semakin signifikan di level atas manajemen. Riset McKinsey dan LeanIn.org baru-baru ini menemukan bahwa pekerja perempuan menghadapi fenomena “anak tangga yang rusak" saat menapaki jalur promosi ke level manajer. Tahun lalu, ada 89 perempuan kulit putih dan 85 perempuan kulit berwarna dari 100 pria yang dipromosikan menjadi manajer. “Pikirkan ini sebagai seorang ekonom, bukan seorang feminis,” kata Nooyi. “Ini adalah satu-satunya peluang kami, dan entah bagaimana kami tak bisa mengoptimalkannya.”

Salah satu resep ampuh dalam pemberdayaan perempuan di perusahaan-perusahaan AS  adalah dengan menempatkan orang-orang yang berkomitmen untuk meningkatkan keragaman sebagai pemimpin.

Orang-orang ini umumnya perempuan, khususnya perempuan kulit berwarna. Studi McKinsey/LeanIn.org menemukan bahwa para eksekutif perempuan hampir dua kali lebih peduli terhadap isu keragaman, kesetaraan, dan inklusi di luar pekerjaan inti mereka ketimbang kolega lelakinya. Tanpa perempuan di posisi puncak, perusahaan akan kehilangan mesin penggerak perubahan.

Mengambil kesempatan agar dapat bergerak maju

Ilustrasi perempuan pebisnis.
Ilustrasi perempuan pebisnis. (Pixabay/089photoshootings)

Related Topics