BUSINESS

Investasi Real Estat Asia Pasifik Diramal Turun 10% pada 2023

Aset perhotelan dan gudang masih memiliki permintaan.

Investasi Real Estat Asia Pasifik Diramal Turun 10% pada 2023ilustrasi rumah (unsplash.com/ Mihai Moisa)
28 December 2022
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Volume investasi real estat di Asia Pasifik diperkirakan turun 5-10 persen tahun depan, melanjutkan penurunan sebesar 25 persen secara tahunan pada 2022. Laporan terbaru konsultan real estat global JLL menunjukkan, penurunan ini disebabkan oleh kondisi ekonomi dan keuangan yang bergejolak sehingga mempengaruhi sentimen pasar.

Tren sebaliknya terjadi di industri perhotelan. Aliran investasi ke aset perhotelan diperkirakan meningkat 6 persen pada 2023, melanjutkan kenaikan sebesar 10-15 persen pada 2022 seiring pelonggaran pembatasan dan optimisme ekspektasi pandemi akan segera berakhir.

Meski demikian, pasar akan tetap berhati-hatian di tengah kekhawatiran tentang inflasi, suku bunga, dan geopolitik.

"Meskipun kawasan Asia Pasifik cenderung lebih baik karena permintaan domestik yang lebih kuat, kawasan ini tidak akan luput dari tantangan yang lebih luas. Akibatnya, akan ada peningkatan tekanan kepada pembuat kebijakan untuk berhati-hati dalam menyeimbangkan langkah-langkah dukungan saat ketidakpastian terus berlanjut,” kata Chief Research Officer, Asia Pacific JLL, Roddy Allan dalam keterangan tertulis, Rabu (18/12).

Meskipun kegiatan investasi melambat, JLL memperkirakan investor akan lebih banyak melirik sektor-sektor yang memiliki potensi struktural dan keuntungan yang lebih tinggi semisal pusat data, logistik, dan sejumlah proyek greenfield terjadwal di pasar negara berkembang, termasuk India dan Asia Tenggara.

Menurut JLL, Jepang akan dipandang sebagai tujuan investasi paling menarik, didukung pelemahan Yen ditambah dengan suku bunga yang rendah. Sementara Singapura yang kerap dipandang sebagai negara dan tempat berlindung yang aman dan fundamental properti yang sehat akan terus menarik investasi. Sistem kerja Australia yang sangat transparan serta karakteristik beta yang rendah dapat menarik para investor inti.

Tren ESG yang makin diminati

Riset JLL juga mengungkap temuan menarik,  yang mana mayoritas perusahaan yang disurvei (74 persen) bersedia membayar premi untuk menyewa sebuah gedung yang mengutamakan aspek keberlanjutan (sustainability) atau memiliki kredensi ramah lingkungan dan sebanyak 22% mengatakan bahwa mereka sudah melakukannya.

Dengan keterbatasan bangunan yang ramah lingkungan dan efisien, pemilik properti yang melakukan proyek retrofit bisa mendapatkan keuntungan dari sewa yang lebih tinggi, risiko keuangan yang lebih rendah. Pemilik juga dapat meningkatkan akses investasi dengan harga yang lebih menguntungkan serta prospek yang lebih baik untuk menarik dan mempertahankan penyewa.

Peluang terletak pada premi sewa untuk bangunan bersertifikasi ramah lingkungan, yang muncul karena kesenjangan permintaan dan penawaran. Menurut riset JLL, penghuni di Asia Pasifik berkeinginan memiliki sertifikasi keberlanjutan yang diakui pasar untuk setidaknya setengah dari portofolio mereka pada 2025.

Namun, pasokan gedung bersertifikasi ramah lingkungan yang saat ini yang hanya 40 persen untuk stok perkantoran Grade A tidak cukup untuk memenuhi ambisi target net zero yang ditetapkan. 

Tren perkantoran dan industri logistik

Survei JLL mengungkap, 77 persen responden setuju kantor tetap menjadi pusat ekosistem jangka panjang bagi perusahaan, tetapi aset kantor premium yang berkualitas tinggi akan mengungguli aset lainnya karena penghuni ingin meningkatkan kualitas ruang kantor mereka.

Sedangkan pada sektor industri dan logistik, permintaan e-commerce diperkirakan akan menjadi pendorong jangka panjang permintaan gudang, terutama di negara berkembang Asia.

Permintaan ini turut memicu pertumbuhan signifikan pembangunan properti tersebut di beberapa wilayah Asia dengan tambahan stok baru 25,9 juta meter persegi yang akan beroperasi pada 2023 untuk memenuhi pertumbuhan permintaan. 

Dengan berbagai tren yang terjadi, Allan menyebut prospek pasar real estat Asia Pasifik 2023 masih memiliki ketidakpastian yang terus berlanjut. Sementara, prospek real estat yang tampak menantang dalam jangka pendek juga menghadirkan banyak peluang.

"Gangguan terhadap ekonomi akan relatif singkat, dan pelaku pasar harus berpikir untuk melampaui periode ini dengan memanfaatkan peluang yang ada di depan,” kata Allan. 

Related Topics