Industri Manufaktur Sumbang 70 Persen Ekspor RI Selama Q1-2023

Jakarta, FORTUNE - Sektor industri manufaktur kembali memberikan kontribusi tertinggi terhadap capaian ekspor nasional pada periode Januari–April 2023. Ekspor industri pengolahan menyumbang 70,21 persen atau US$60,63 miliar dari total ekspor dalam periode tersebut yang sebesar US$86,35 miliar.
Berdasarkan rilis Badan Pusat Statistik (BPS), pertumbuhan ekspor secara bulanan terendah pada April 2023, yang merupakan pola musiman karena momen libur Idulfitri. Nilai ekspor secara tahunan pada April 2023 juga mengalami kontraksi akibat pengaruh turunnya harga komoditas.
“Meski demikian, kami meyakini, selanjutnya kinerja ekspor sektor industri akan kembali meningkat setelah lepas dari pandemi,” ujar juru bicara Kementerian Perindustrian, Febri Hendri Antoni Arif, dalam keterangannya, Rabu (17/5).
Keyakinan ini didukung oleh indikator-indikator kinerja sektor industri yang menunjukkan pertumbuhan positif dan ekspansi. Hal itu tecermin pada Purchasing Manager’s Index (PMI) Manufaktur Indonesia yang dirilis oleh S&P Global dan Indeks Kepercayaan Industri (IKI) yang menunjukan level ekspansi.
Sementara itu, sektor industri pengolahan nonmigas menyumbang 67,32 persen dari total ekspor nasional pada April 2023. Pangsa pasar utama ekspor industri pengolahan nonmigas meliputi Tiongkok (22,90 persen), Amerika Serikat (11,91 persen), dan Jepang (5,85 persen).
BPS menyebutkan penurunan ekspor komoditas barang perhiasan dan barang berharga dan minyak kelapa sawit menjadi penyebab utama penurunan nilai ekspor industri pengolahan nonmigas secara bulanan.
Impor alami penurunan
Pada April 2023, total impor turun dari US$20,59 miliar pada Maret 2023 menjadi US$15,35 miliar atau sebesar 25,45 persen. Nilai impor bahan baku/penolong pada April 2023 turun 23,26 persen secara bulanan. Nilai impor juga turun untuk seluruh jenis barang impor menurut penggunaan, baik bahan baku/penolong, barang modal, maupun barang konsumsi.
“Pola musiman mempengaruhi penurunan kebutuhan bahan baku dan barang modal untuk kegiatan produksi,” kata Febri.
Penurunan impor bahan baku juga dapat disebabkan oleh kondisi pasar global. Hal ini sejalan dengan penurunan yang terjadi pada nilai ekspor, terutama untuk subsektor berorientasi ekspor seperti industri tekstil dan produk tekstil (TPT), industri kulit dan alas kaki, serta industri furnitur.
Sementara itu, pada industri plastik, penurunan impor bahan baku terjadi pada April ini karena pada bulan sebelumnya telah terjadi peningkatan impor resin sintetis. Peningkatan impor pada Maret tersebut mengindikasikan terjadinya kenaikan tingkat produksi pada kelompok industri barang dari plastik sebagai pengguna resin sintetis, bertepatan dengan persiapan Idulfitri 1444 H.
“Pada periode tersebut, produsen memaksimalkan aktivitas produksi barang dari plastik untuk memenuhi kebutuhan, termasuk bagi industri makanan dan minuman,” kata Febri.