Jakarta, FORTUNE- Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur Indonesia yang dirilis oleh S&P Global menunjukkan penurunan pada Juni, mencatat angka 50,7 dari 52,1 pada Mei 2024. Meski masih berada di level ekspansif, level yang dicatatkan ini juga mencerminkan pelemahan kondisi bisnis yang terus melambat sejak Mei 2023.
Kondisi operasional manufaktur terus membaik selama 34 bulan berturut-turut. Meski begitu, tingkat pertumbuhan pada Juni adalah yang paling lemah dalam setahun terakhir.
Direktur Ekonomi S&P Global Market Intelligence Trevor Balchin mengatakan sektor manufaktur Indonesia mengalami penurunan momentum yang signifikan pada Juni. Penurunan ini juga berdampak pada kepercayaan diri terhadap output dalam 12 bulan mendatang, yang tetap pada posisi terendah dalam empat tahun.
"Pertumbuhan permintaan baru hampir berhenti, dengan ekspor menurun selama empat bulan berturut-turut," kata dia dalam keterangannya, Senin (1/7).
Data menunjukkan, volume staf di sektor manufaktur tidak berubah pada Juni, melanjutkan tren stabil yang telah berlangsung hampir selama setahun. Sementara itu, penumpukan pekerjaan menurun untuk pertama kalinya sejak November tahun lalu, dan stok barang menurun tajam sejak Januari, menjadi yang terendah sejak Juli 2022.
Kenaikan harga input juga menjadi perhatian, dipicu oleh melemahnya nilai rupiah terhadap dolar AS dan kenaikan harga solar. Meskipun inflasi harga input sedikit turun dibandingkan Mei, namun tetap berada di atas rata-rata jangka panjang. Harga output juga naik, meski pada laju yang lebih moderat.