Sritex & 60 Pabrik Tutup Disebut Akibat Kebijakan Pro Impor

- APSyFI melaporkan lebih dari 60 pabrik tutup karena dampak maraknya impor ilegal.
- Data pabrik tekstil yang tutup terjadi pada rentan waktu Januari 2023 hingga Desember 2024, di beberapa lokasi di Indonesia.
- Berbagai perusahaan tekstil besar maupun IKM terdampak, dengan jumlah tenaga kerja yang kehilangan pekerjaan mencapai ratusan ribu orang.
Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI), Redma Gita Wirawasta menyatakan pemerintah terlihat sengaja membiarkan sektor Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) berada dalam tekanan produk impor pada dua tahun terakhir.
Ia menjelaskan bahwa pemerintah sudah sangat paham jika permasalahan utama sektor TPT adalah banjirnya barang impor murah yang masuk, baik secara legal maupun ilegal.
“Jadi solusinya sudah jelas, kendalikan impor legal dan berantas praktik importasi ilegal, dalam hal ini penegakan hukum dan perbaikan kinerja Bea Cukai,” ujar Redma dalam keterangan resmi, dikutip Senin (10/3).
Terkait solusi pengendalian impor, pemerintah dinilai setengah hati dalam menjalankan amanat Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor.
“Apa lagi yang ilegal, pemerintah tutup mata bahkan enggan mengakuinya, seakan semua baik-baik saja, padahal mudah dilihat kasat mata,” kata dia.
Banyak PHK yang tidak terungkap ke publik
Sementara itu, Ketua Umum Ikatan Pengusaha Konveksi Berkarya (IPKB), Nandi Herdiaman mengungkapkan, Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dan penutupan pabrik yang terungkap hanya perusahaan menengah besar saja.
Padahal ia menjelaskan jumlah PHK di Industri Kecil Menengah (IKM) jauh lebih besar.
“IKM yang tutup saja jumlahnya hampir mencapai 1.000 unit dengan tenaga kerja yang kehilangan pekerjaan mencapai ratusan ribu orang,” beber Nandi.
Dalam keterangannya, IPKB mengutarakan kekecewaan dengan kinerja pemerintah, khususnya Menteri Keuangan yang membiarkan buruknya kinerja Bea Cukai terus berlanjut.
“Ibu Menteri membiarkan jajarannya menjalankan praktik impor borongan, padahal negara sedang membutuhkan pendapatan untuk menjalankan program-programnya, tapi barang impor dibiarkan masuk tanpa membayar bea masuk dan pajak,” ujar Nandi.
ApSyFI melaporkan lebih dari 60 pabrik tutup

APSyFI melaporkan data terbaru pabrik tekstil dalam negeri yang terdampak impor ilegal, sehingga menyebabkan pemutusan hubungan kerja dan tumbangnya pabrik.
Redma menjelaskan, data pabrik tekstil yang telah tutup terjadi pada rentang Januari 2023 hingga Desember 2024 di Banten, Jawa Barat, serta Jawa Tengah.
Berikut daftar pabrik tutup hingga Desember 2024:
1. PT Adetex (500 tenaga kerja dirumahkan)
2. Agungtex Group (2.000 tenaga kerja dirumahkan)
3. PT Alenatex (tutup-PHK 700 tenaga kerja)
4. PT Apac Inti Corpora (pengurangan tenaga kerja)
5. PT Argo Pantes Bekasi (tutup-berhenti produksi)
6. PT Asia Citra Pratama (tutup-berhenti produksi)
7. PT Asia Pacific Fiber Kaliwungu (pengurangan tenaga kerja)
8. PT Asia Pacific Fiber Karawang (PHK 2.500 tenaga kerja)
9. PT Bitratex (pengurangan tenaga kerja)
10. PT Centex - Spinning Mills (tutup-berhenti produksi)
11. PT Chingluh (PHK 2.000 tenaga kerja)
12. PT Damatex ( tutup-berhenti produksi)
13. PT Delta Merlin Tekstil I-Duniatex Group (PHK 660 tenaga kerja)
14. PT Delta Merlin Tekstil II-Duniatex Group (PHK 924 tenaga kerja)
15. PT Djoni Texindo (tutup - berhenti produksi)
16. PT Dupantex (tutup-berhenti produksi)
17. PT Efendi Textindo (tutup-berhenti produksi)
18. PT Fotexco Busana Internasional (tutup-berhenti produksi)
19. PT Grand Best (PHK 300 tenaga kerja)
20. PT Grand Pintalan (tutup-berhenti produksi)
21. PT Grandtex (tutup-berhenti produksi)
22. PT Gunatex (tutup-berhenti produksi)
23. PT HS Aparel (tutup)
24. PT Indachi Prima (pengurangan tenaga kerja)
25. PT Jelita (tutup-berhenti produksi)
26. PT Kabana (PHK 1.200 tenaga kerja)
27. PT Kaha Apollo Utama (tutup-berhenti produksi)
28. PT Kahatex (pengurangan tenaga kerja)
29. PT Kintong (tutup-berhenti produksi)
30. Kusuma Group (PT Pamor, PT Kusuma Putra, PT Kusuma Hadi) (tutup-PHK 1.500 tenaga kerja)
31. PT Lawe Adyaprima Spinning Mills (tutup-berhenti produksi)
32. PT Lojitex (tutup-berhenti produksi)
33. PT Lucky Tekstil (PHK 100 tenaga kerja)
34. PT Mafahtex Tirto (tutup-berhenti produksi)
35. PT Miki Moto (tutup - berhenti produksi)
36. PT Mulia Cemerlang Abadi (tutup-berhenti produksi)
37. PT Mulia Spindo Mills (tutup-berhenti produksi)
38. PT Nikomas (bertahap ribuan pekerja)
39. PT Ocean Asia Industry (tutup-PHK 314 tenaga kerja)
40. PT Panca Sindo (tutup-berhenti produksi)
41. PT Pismatex (pailit -PHK 1.700 tenaga kerja)
42. PT Polyfin Canggih (pengurangan tenaga kerja)
43. PT Pulaumas Tekstil (PHK 460 tenaga kerja)
44. PT Rayon Utama Makmur (tutup)
45. PT Ricky Putra Globalindo, Tbk. (tutup-berhenti produksi)
46. PT Sai Aparel (relokasi sebagian)
47. PT Saritex (tutup-berhenti produksi)
48. PT Sembung Tex (tutup-berhenti produksi)
49. PT Sinar Panca Jaya (pengurangan tenaga kerja)
50. PT South Pacific Viscose (pengurangan tenaga kerja)
51. Sritex Group (2.500 tenaga kerja dirumahkan)
52. PT Starpia (tutup)
53. PT Sulindafin (tutup-berhenti produksi)
54. PT Sulindamills (tutup-berhenti produksi)
55. PT Tifico Fiber Industries (pengurangan tenaga kerja)
56. PT Tuntex (tutup - PHK 1.163 tenaga kerja)
57. PT Wiska Sumedang (tutup - PHK 700 tenaga kerja)
58. PT Primissima (tutup - berhenti produksi)
59. PT Sritex (pailit-pengawasan kurator)
60. PT Asia Pacific Fibers Karawang (berhenti beroperasi)
61. PT Lucky Print (berhenti beroperasi)