Cadangan Devisa RI Stagnan jadi US$152,5 miliar, Ini Penyokongnya

- Cadangan devisa RI pada Mei 2025 stagnan di US$152,5 miliar. Kondisi ini dipengaruhi oleh penerimaan pajak dan jasa serta penerimaan devisa migas.
- Posisi cadangan devisa setara dengan pembiayaan 6,4 bulan impor atau 6,2 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor.
- Bank Indonesia menilai cadangan devisa tersebut mampu mendukung ketahanan sektor eksternal serta menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan.
Jakarta, FORTUNE – Bank Indonesia (BI) mencatat posisi cadangan devisa (cadev) Indonesia pada akhir Mei 2025 mencapai US$152,5 miliar. Nilai ini stagnan dibandingkan posisi pada akhir April 2025.
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI, Ramdan Denny Prakoso menjelaskan, perkembangan ini antara lain dipengaruhi oleh penerimaan pajak dan jasa serta penerimaan devisa migas, di tengah kebutuhan untuk pembayaran utang luar negeri pemerintah. “Serta, kebijakan stabilisasi nilai tukar Rupiah sebagai respons Bank Indonesia dalam menghadapi ketidakpastian pasar keuangan global yang tetap tinggi,”kata Ramdan melalui keterangan resmi di Jakarta, Selasa (10/6).
Seperti diketahui, nilai tukar rupiah pada perdagangan hari ini ditutup menguat 16 poin atau 0,10 persen menjadi Rp16.275/US$ dari sebelumnya Rp16.291/US$.
BI klaim posisi cadev masih mencukupi

Meski demikian, posisi cadangan devisa pada akhir Mei 2025 setara dengan pembiayaan 6,4 bulan impor atau 6,2 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor.
“Bank Indonesia menilai cadangan devisa tersebut mampu mendukung ketahanan sektor eksternal serta menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan,” katanya.
Ke depan, lanjut Ramdan, bank sentral memandang posisi cadangan devisa memadai untuk mendukung ketahanan sektor eksternal sejalan dengan prospek ekspor yang tetap terjaga. Hal ini sejalan dengan neraca transaksi modal dan finansial yang diprakirakan tetap mencatatkan surplus. Serta, persepsi positif investor terhadap prospek perekonomian domestik dan imbal hasil investasi yang menarik.