FINANCE

BI Sebut Depresiasi Rupiah Lebih Baik dari Mata Uang Lain

Capital outflow RI disebabkan ketidakpastian global.

BI Sebut Depresiasi Rupiah Lebih Baik dari Mata Uang LainShutterstock/Mezario
25 July 2022
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Kepala Grup Departemen Ekonomi dan Kebijakan Moneter Bank Indonesia (BI) Wira Kusuma mengatakan depresiasi atau pelemahan rupiah masih lebih baik dibandingkan mata uang negara-negara tetangga.

“Sebagai contoh sampai di Juli ini, 20 Juli ini, secara point to point kita terdepresiasi 4,9 persen, negara seperti Malaysia 6,42 persen, India 7,05 persen, dan Thailand 8,93 persen,” ujarnya dalam diskusi FMB9, Senin (25/7).

Menurutnya, ketidakpastian global yang masih tinggi berdampak terhadap pasar keuangan di seluruh dunia. Di negara-negara berkembang atau emerging market, tak terkecuali Indonesia, hal ini menyebabkan terjadinya aliran modal keluar (capital outflow). 

Kendati demikian, secara umum faktor sektor eksternal yang digambarkan oleh neraca pembayaran Indonesia masih solid. “Karena portofolio terjadi capital outflow, maka itu menyebabkan tekanan terhadap nilai tukar,” ujar Wira.

Masih perlu waspada

Ia juga menuturkan bahwa Indonesia masih perlu waspada terhadap inflasi yang hingga kini terus meningkat dengan posisi Juli tercatat sebesar 4,53 persen. Inflasi tersebut, kata dia, pada umumnya disebabkan oleh imported inflation dengan harga komoditas global yang meningkat. 

Sementara komponen-komponen inflasi lain seperti inflasi inti, yang berpengaruh terhadap pergerakan suku bunga, masih masih dalam sasaran.

Selain itu adanya Exchange Rate Pass Through (ERPT) yang merupakan persentase perubahan harga domestik impor maupun ekspor akibat perubahan satu persen dalam kurs, turut membuat nilai tukar rupiah semakin melemah.

“Karena nilai tukar yang semakin terdepresiasi ini juga menyebabkan ERPT itu meningkat, menambah tekanan inflasi,” tutur dia.

Sebagai catatan, nilai tukar rupiah pada 20 Juli terdepresiasi 0,6 persen (ptp) dibandingkan akhir Juni 2022.  Depresiasi tersebut sejalan dengan masih tingginya ketidakpastian pasar keuangan global akibat pengetatan kebijakan moneter yang lebih agresif di berbagai negara.

Pengetatan tersebut juga bagian dari upaya merespons peningkatan tekanan inflasi dan kekhawatiran perlambatan ekonomi global, di tengah persepsi terhadap prospek perekonomian Indonesia yang tetap positif.

Ke depan Bank Indonesia terus mencermati perkembangan pasokan valas dan memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah sesuai dengan kerja mekanisme pasar dan nilai fundamentalnya untuk mendukung upaya pengendalian inflasi dan stabilitas makroekonomi.

Related Topics