FINANCE

Airbus Kembali Cetak Untung pada 2021, Boeing Masih Buntung

Boeing mengalami kendala pada pengiriman pesawat.

Airbus Kembali Cetak Untung pada 2021, Boeing Masih BuntungAirbus A380 pesawat penumpang berbadan lebar. Shutterstock/vaalaa
18 February 2022
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE – Dua pabrikan pesawat terbesar di dunia, Airbus dan Boeing, telah mengumumkan laporan keuangan 2021. Lalu, kinerja siapa yang unggul?

Airbus baru saja merilis laporan keuangan keseluruhan tahun lalu pada Kamis (17/2). Produsen pesawat dari Prancis itu tahun lalu membukukan laba EUR4,21 miliar atau lebih dari Rp68 triliun. Dengan begitu, tren rugi yang dicetaknya pada dua tahun terakhir pun terputus. Perinciannya, pada 2020 perusahaan rugi EUR1,13 miliar dan pada 2019 kerugiannya EUR1,36 miliar.

Sementara, Boeing mengalami nasib berbeda. Pabrikan dari Amerika Serikat ini masih rugi US$4,29 miliar atau lebih dari Rp61 triliun. Namun, kerugian itu turun 64,1 persen dari US$11,94 miliar pada tahun sebelumnya. Sebagai perbandingan, pada 2019, kerugiannya mencapai US$636 juta.

Pendapatan Airbus dan Boeing sama-sama naik

Pada lini pendapatan, Airbus beroleh kenaikan 4,5 persen menjadi EUR52,15 miliar atau lebih dari Rp850 triliun.

Secara terperinci, pendapatan pesawat Airbus meningkat 5,6 persen, dan pendapatan helikopter juga naik 4,1 persen. Namun, Airbus membukukan penurunan pendapatan pertahanan dan luar angkasa (defence and space) 2,5 persen.

Dalam rilis resminya Airbus menyatakan berhasil mengirimkan pesawat komersial 611 unit tahun lalu, lebih tinggi dari 566 unit pada 2020. Sedangkan tahun ini, targetnya 720 unit.

Akan hal Boeing, pendapatannya US$62,29 miliar atau lebih dari Rp890 triliun—lebih besar dari Airbus. Secara mendetail, pendapatannya untuk pesawat komersial naik 20,6 persen, defence, space, and security naik 1,1 persen, global services 5,1 persen, dan boeing capital 4,2 persen.

Namun, pada periode sama Boeing mencatatkan total beban dan biaya US$59,27 miliar, beban umum dan administrasi US$4,16 miliar, dan beban research and development US$2,25 miliar. Beban lebih besar pun membuat pabrikan pesawat ini merugi.

Tahun lalu Boeing mengirimkan 340 unit pesawat komersial—hanya setengah dari jumlah Airbus—naik 117 persen dari 157 unit tahun sebelumnya.

Tahun pemulihan industri

Guillaume Faury, Chief Executive Officer (CEO) Airbus, mengatakan 2021 merupakan tahun transisi. Menurutnya, perusahaan telah beralih dari ikhtiar mengarungi pandemi COVID-19 menuju pemulihan dan pertumbuhan.

“Berkat ketangguhan dan upaya tim, pelanggan, dan pemasok kami, kami memberikan hasil setahun penuh yang luar biasa,” kata Faury, dalam keterangan kepada media, Jumat (18/2).

Sementara itu, David Calhoun, President and CEO Boeing, mengatakan 2021 adalah tahun perusahaan kembali membangun dengan mengatasi rintangan serta menorehkan kinerja positif di seluruh lini bisnis.

“Saat pemulihan pasar komersial mendapatkan daya tarik, kami juga menghasilkan pesanan komersial yang kuat, termasuk rekor penjualan kargo,” ujar Calhoun, Rabu (26/1).

Boeing berupaya meningkatkan produksi dan pengiriman pesawat khususnya tipe 737 Max, kata Calhoun. Di saat bersamaan, perseroan berusaha mengembalikan pesawat tipe tersebut ke berbagai layanan. Sebagai konteks, sejumlah negara dunia termasuk Indonesia kini kembali mengizinkan Boeing 737 Max setelah periode larangan oleh banyak pemerintah negara dunia tersebab kecelakaan di dua negara, yakni Indonesia dan Ehiopia, pada 2018.

Sedangkan, pada seri 787 Max, Calhoun menyebut perseroan telah membuat progres dalam upaya memastikan secara komprehensif produksi yang sesuai spesifikasi. Boeing telah menghentikan pengiriman seri tersebut sejak Mei tahun lalu lantaran kesalahan pada badan pesawat, demikian Fortune.com.

Related Topics