Pendapatan Industri Asuransi Jiwa Turun 17%, AAJI Beberkan Penyebabnya

- Pendapatan industri asuransi jiwa turun 17,5% menjadi Rp50,1 triliun hingga kuartal pertama 2025.
- Ketidakseimbangan antara total pendapatan yang terkontraksi dan pendapatan premi yang tumbuh positif disebabkan oleh kinerja investasi yang belum optimal.
- Gejolak ekonomi global dan penurunan investasi saham berdampak signifikan terhadap pendapatan industri asuransi jiwa.
Jakarta, FORTUNE - Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) menyoroti kontraksi pada industri asuransi jiwa. AAJI menilai, terdapat ketidakseimbangan antara total pendapatan yang terkontraksi, meski pendapatan premi tumbuh positif.
Hingga kuartal pertama 2025, industri asuransi jiwa membukukan penurunan total pendapatan 17,5 persen menjadi Rp50,1 triliun. Di saat yang sama, pendapatan premi justru tumbuh 8,1 persen secara tahunan menjadi Rp31,46 triliun.
Ketua Dewan Pengurus AAJI, Budi Tampubolon, mengungkapkan bahwa kondisi ini tidak lepas dari kinerja investasi yang belum optimal karena kondisi pasar yang seringkali bergejolak.
"Pada kuartal IV 2024 dan kuartal I 2025, kondisi market bursa kita tidak baik," ujar dia dalam konfrensi pers paparan kinerja industri asuransi jiwa di Jakarta, Rabu (4/6).
Sebagai catatan, total investasi pada periode tersebut turun 0,4 persen menjadi Rp541 triliun. Dari total investasi tersebut, portofolio investasi di saham memakan porsi 22,1 persen atau setara dengan Rp119,7 triliun, yang secara tahunan tercatat turun 19 persen. Penurunan ini berdampak signifikan terhadap pendapatan dari investasi saham, yang kemudian turut mengguncang kinerja total industri asuransi jiwa.
"Gejolak ekonomi global memang masih menjadi tantangan bagi industri asuransi jiwa, terutama akibat volatilitas pasar modal dan nilai tukar," kata dia.
Kendati demikian, investasi di surat berharga negara (SBN) mengalami pertumbuhan 12,9 persen dengan kontribusi sebesar 39,6 persen terhadap portofolio investasi.
Selain itu, pertumbuhan pendapatan premi mampu menjadi penopang bagi total pendapatan industri asuransi jiwa. Kenaikan premi ditopang premi lanjutan yang tumbuh 8,2 persen secara tahunan, menjadi Rp20,94 triliun. Dari sisi produk, asuransi jiwa tradisional masih menjadi andalan dengan porsi 65,2 persen terhadap total premi, tumbuh 15,6 persen menjadi Rp30,95 triliun.
Budi berharap, gejolak di pasar saham ini tidak berlarut-larut. Selain itu, ia mendorong perusahaan asuransi jiwa mengelola risiko yang disiplin dan melakukan diversifikasi terutama ke obligasi yang merupakan instrumen lebih aman, serta komitmen terhadap perlindungan nasabah, industri asuransi jiwa mampu menjaga stabilitas daan terus tumbuh berkelanjutan.