Baca artikel Fortune IDN lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Atelier Lavs, Perancang di Balik Busana Mendiang Paus Fransiskus

paus yang pernah mengunjungi Indonesia
paus fransiskus (wikimedia commons/la cancilleria de ecuador)

Jakarta, FORTUNE - Di balik jubah sederhana yang dikenakan Paus Fransiskus selama masa kepemimpinannya, terdapat tangan halus Filippo Sorcinelli, seorang perancang dari wilayah Marche, Italia. Selama lebih dari dua dekade, ia bekerja dalam diam, bermitra dengan Kantor Perayaan Liturgi Sri Paus, membalut sang pemimpin Gereja Katolik dalam kain-kain yang tidak sekadar indah, tetapi sarat makna spiritual.

"Kesederhanaan dalam bahasa dan kehadiran," demikian Sorcinelli menggambarkan sosok Paus Fransiskus — pria yang sejak hari pertama pontifikatnya, menolak kemegahan dan memilih kesederhanaan sebagai wajah Gereja.

Sebagai pendiri Atelier Lavs (Laboratorio Arte Vesti Sacre), Sorcinelli menjadikan studio kecilnya yang berdiri sejak 2002 itu sebagai tempat kelahiran busana-busana sakral. Di usia 49 tahun, ia telah merancang beberapa jubah paling ikonik Paus Fransiskus, termasuk jubah putih bersahaja yang disorot dunia dalam Misa Inaugurasi tahun 2013.

Bahkan ketika Paus Fransiskus menjalani perjalanan terakhirnya di dunia, bahasa visual yang ia bangun selama pontifikat tetap terjaga. Mitra dari sutra putih, dihiasi emas tradisional, melekat lembut di kepalanya — karya Atelier Lavs yang memancarkan kesinambungan, kemurnian, dan keindahan abadi. Tak satu pun busana baru diciptakan. Kasula dan mitra yang dikenakan diambil dari koleksi sakristi, menegaskan pesan: kerendahan hati lebih berharga daripada kemegahan.

Benang dan jahitan abad pertengahan

Sorcinelli memahami bahwa untuk berpakaian berarti menyampaikan pesan tanpa kata. Ia menghindari segala bentuk kemewahan berlebihan, memilih potongan bersih dan simbolisme halus, terinspirasi dari karya-karya fresco Giotto di Assisi — lukisan abad pertengahan yang berbicara dengan kejujuran rohani.

"Tugas saya adalah menceritakan sebuah pontifikat yang membangun jembatan, bukan tembok. Busana beliau harus berbicara dengan bahasa perjumpaan," ujar Sorcinelli, mengutip Euronews.com, Senin(28/4).

Dalam busana Paus Fransiskus, tak ada lambang kekuasaan yang mendominasi. Yang terlihat hanyalah garis-garis sederhana, bahan-bahan alami, dan pesan pelayanan yang dalam. Sebuah perlawanan senyap terhadap gaya barok para pendahulunya.

Atelier Lavs, dalam setiap jahitannya, menangkap bukan hanya kebutuhan ritual, melainkan juga jiwa seorang Paus yang ingin mengembalikan Injil ke pusat kehidupan umat.

Dari benang di Jesi hingga busana pontifikal

Sorcinelli tumbuh di tengah keluarga penenun di Jesi. Dari kecil, ia jatuh cinta pada benang-benang halus dan teknik menenun kuno yang mengajarkan ketekunan. Pendidikan seni sakral dan teknik tekstil bersejarah yang ia tempuh di Museo del Tessuto di Prato memperkaya karyanya.

Kini, Atelier Lavs menjadi rujukan bagi keuskupan besar Eropa, ordo religius seperti Benediktin Subiaco dan Kapusin Minor, serta kota-kota suci seperti Assisi, Ravenna, dan Padova. Bahkan, busana yang dikenakannya menyeberang benua, menyertai delegasi Vatikan ke Amerika Latin dan Asia.

Pada 2018, Museum Keuskupan Milan mempersembahkan sebuah pameran retrospektif untuk menghormati perjalanan Atelier Lavs. Tiga tahun kemudian, Institut Liturgi Kepausan menganugerahi Sorcinelli dengan Penghargaan Seni dan Liturgi, mengukuhkan tempatnya di antara para inovator busana sakral dunia.

Di tengah dunia yang mengejar kemewahan, karya Sorcinelli dan Atelier Lavs mengingatkan bahwa kekuatan sejati bisa terjalin dalam kesederhanaan. Di setiap helai kain yang membungkus Paus Fransiskus, tersembunyi pesan yang lebih dalam: iman yang rendah hati, pelayanan yang tulus, dan keindahan yang abadi.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
pingit aria mutiara fajrin
Editorpingit aria mutiara fajrin
Follow Us