Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel Fortune IDN lainnya di IDN App
ilustrasi wisata (pexels.com/ Te lensFix)

Jakarta, FORTUNE - Tren ekowisata kini semakin marak dipromosikan dengan mengusung kampanye perubahan iklim, serta memanfaatkan ketakutan akan hilangnya keajaiban alam untuk menarik wisatawan. Namun, ironisnya, perjalanan untuk menyaksikan keindahan tersebut justru mempercepat kerusakan yang ingin dicegah, menciptakan dilema antara upaya pelestarian dan dampak pariwisata itu sendiri.

Bagaimana industri ekowisata merancang strategi ini, serta dampaknya terhadap lingkungan dan kesadaran wisatawan dan apakah strategi tersebut efektif? Melansir Robb Report (3/12), sejumlah destinasi pariwisata menggunakan isu perubahan iklim untuk menarik wisatawan. Berbagai medium kampanye menggaungkan hal serupa : “Lihatlah sekarang, sebelum terlambat.”

Dari penguin Antartika hingga gletser Norwegia, kalimat ini sering diulang dan dimanfaatkan untuk mendorong penjualan eco-tourism. Strategi ini berhasil karena ada kebenarannya—setidaknya sebagian. Perubahan iklim sedang menghancurkan keajaiban alam dan habitat makhluk luar biasa di dunia. Namun faktanya, sebagian besar keajaiban tersebut akan tetap ada jauh setelah manusia pergi.

“Masalahnya bukan pada lingkungan, melainkan manusia,” kata Court Whelan, seorang naturalis dari NatHab (Natural Habitat Adventures), pemimpin dalam industri eco-tourism yang beroperasi di tujuh benua.

Pemasaran berbasis FOMO, apa dampaknya?

Editorial Team

Tonton lebih seru di