Jakarta, FORTUNE – Pasar barang-barang mewah khususnya fesyen ternyata turut terpukul krisis pandemi COVID-19. Meski begitu, peluang besar menunggu seiring perubahan yang menciptakan kenormalan baru di sektor bisnis tersebut.
Demikian kesimpulan dari laporan tahunan Global Powers of Luxury Goods 2021 oleh Deloitte—perusahaan konsultan dan akuntan publik—yang dikutip Fashion United. Menurut laporan itu, pandemi COVID-19 telah menciptakan katalis perubahan bagi perusahaan barang mewah dengan adopsi paradigma baru serta penciptaan nilai tambah yang tangguh.
Deloitte menyebutkan, 100 perusahaan barang mewah teratas tahun lalu hanya menghasilkan pendapatan US$252 miliar atau setara Rp3.591 triliun (asumsi kurs Rp14.250). Angka itu turun 10,3 persen dari US$281 miliar pada 2019. Meski demikian, margin laba bersih pada 81 perusahaan mewah teratas hanya turun 5,1 persen.
Secara mendetail, sepuluh besar perusahaan barang mewah teratas, yaitu LVMH, Kering, Estee Lauder, Richemont, L'Oreal, Chanel, EssilotLuxottica, PVH, Hermes dan Chow Tai Fook Jewellery Group, menyumbang sekitar 51,4 persen pendapatan dari 100 perusahaan. Sejumlah perusahaan tersebut berhasil meningkatkan pangsa pasar sebanyak 0,2 poin persentase.
Kecuali PVH, sesungguhnya sepuluh perseroan itu mencatatkan penurunan penjualan. Namun, mereka tetap menghasilkan laba dan bersama-sama memberikan keuntungan lebih banyak terhadap total 100 perusahaan (karena banyak perusahaan kecil pada saat sama merugi).