Krisis Rusia-Ukraina Memanas, IHSG Rawan Terkoreksi

Jakarta, FORTUNE - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berisiko kembali melemah pada Rabu (23/2) usai terkoreksi 0,59 persen ke level 6.861 pada perdagangan kemarin. Konflik Ukraina dan Rusia yang kian memanas memicu kekhawatiran investor dan menimbulkan ketidakpastian pasar.
Sementara sentimen dari dalam negeri terbilang masih stabil untuk menekan indeks. “Di mana kebijakan PPKM level 3 saat ini tidak sampai menghambat aktivitas ekonomi sehingga tidak begitu mengkhawatirkan,” kata Technical Analyst Binaartha Sekuritas, Ivan Rosanova kepada Fortune Indonesia, Senin (22/2).
Berdasarkan analisis teknikal, Ivan memprediksi IHSG akan menguji support dari garis Moving Average 20 dan Fibonacci Retracement 38,2 persen di kisaran level 6.773—jika masih bergerak di bawah 6.903.
Level support IHSG ada di 6.824, 6.773, dan 6.725; sedangkan level resisten berada di 6.950, 6.974, dan 7.030. Berdasarkan indikator MACD sedang dalam kondisi netral. Ada pun saham yang Ivan soroti, yakni: BMRI, MDKA, PGAS, TKIM, dan WSKT.
Senada, Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas, Maximilianus Nico Demus memprediksi IHSG kembali melemah dan bergerak di rentang 6.782–6.942 pada Rabu pagi. Saham yang dia rekomendasikan pagi ini di antaranya MEDC, INCO, dan KLBF.
Analis Riset Artha Sekuritas Indonesia, Dennies Christoper pun memprediksi IHSG terkoreksi dan melaju di rentang support 6.821 dan 6.782 serta resisten di level 6.901 dan 6.942. Saham pilihannya, antara lain: MNCN, CTRA, ASII, PWON, JPFA, ELSA, MEDC, CPIN, dan AISA.
“Secara teknikal candlestick membentuk lower high dan lower low mengindikasikan potensi pelemahan,” jelasnya.
Menurutnya, dorongan aksi profit taking masih akan membayangi pergerakan IHSG. Begitu pula dengan perkembangan kasus Covid-19 di dalam negeri yang masih relatif tinggi, tetapi mulai menurun beberapa hari belakangan.
Invasi pertama Rusia dan langkah Bank Sentral Inggris
Presiden Rusia, Vladimir Putin memerintahkan pasukan Rusia memasuki wilayah pemberontak timur Ukraina setelah mengumumkan akan mengakui kemeredekaan wilayah itu.
Hal ini menimbulkan reaksi keras dan jatuhnya sanksi dari AS dan Inggris, sebagai sekutu Ukraina, cukup memengaruhi pergerakan saham dan para pelaku pasar.
“Invasi awal telah dimulai dan ini akan menajdi kejutan tersendiri bagi pelaku pasar dan investor,” kata Nico dalam risetnya, Rabu (23/2).
Presiden AS, Joe Biden telah menandatangani perintah presiden (executive order) dan memberlakukan sanksi komprehensif terhadap penerbitan utang Rusia sehingga pembiayaan dari Barat terputus. Artinya, Rusia tak bisa lagi menghimpun dana dari Barat karena tak bisa memperdagangkan obligasi barunya di pasar Amerika atau Eropa.
Tak hanya itu, Biden mengatakan telah mengirim pasukan tambahan AS ke Baltik sebagai langkah membela negara-negara di bawah naungan NATO. Pemimpin AS itu mengklaim akan meningkatkan hukuman jika Rusia terus melanjutkan agresi.
Inggris juga akan menghukum lima bank Rusia dan tiga individu berkekayaan bersih tinggi. Kelima perbankan itu, yakni: Rossiya, IS Bank, General Bank, Promsvyazbank, dan Black Sea Bank. Sementara perseorangan yang kena sanksi adalah Gennady Timchenko, Boris Rotenberg, dan Igor Rotenberg.
Tak hanya berdampak ke pasar saham, analis melihat ketegangan antara Rusia dan Ukraina telah mengerek harga minyak dan komoditas. Hal itu akan mengerek inflasi naik dan bertahan lebih lama, sehingga menghambat pertumbuhan ekonomi. Selain itu, harga komoditas yang tinggi akan mempengaruhi banyak perusahaan di berbagai sektor.
Jika inflasi terus terjadi, maka harga minyak akan kembali ke titik tertinggi. Pada akhirnya, fenomena itu akan membuat The Fed kembali menaikkan tingkat suku bunga acuan lebih banyak dari sebelumnya. Di sisi lain, bank sentral AS juga akan mempertimbangkan untuk memperlambat laju kenaikkan suku bunga.
Kebijakan suku bunga Fed akan diikuti bank sentral lainnya, seperti bank sentral Inggris yang mengaku memerlukan pengetatan tingkat suku bunga moderat. Para pembuat kebijakan moneter pada akhirnya meningkatkan suku bunganya menjadi 50 bps pada Februari 2022.
“Beberapa pengetatan lebih lanjut diperkirakan akan kembali terjadi dalam beberapa bulan menadatang,” kata Nico.
Saat ini pasar melihat ada potensi pengetatan akan terjadi sekitar 33 bps pada bulan Maret. Hal tersebut terlihat adanya potensi kenaikkan tingkat suku bunga menjadi 0.75% untuk tingkat suku bunga bank di masa yang akan datang.