TINS Akui Kelemahan Pengamanan Usai BPK Ungkap Potensi Kerugian Negara Rp34,49 Triliun

- Temuan BPK mengindikasikan kerugian negara hingga Rp34,49 triliun akibat lemahnya pengamanan WIUP PT Timah
- Restu Widiyantoro, Direktur Utama PT Timah, prioritaskan penguatan pengamanan dalam 100 hari pertama kepemimpinannya
- TINS berbenah dengan menindaklanjuti rekomendasi BPK, termasuk pembenahan internal dan peningkatan pengawasan operasional
Jakarta, FORTUNE - PT Timah Tbk (TINS) menanggapi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang mengindikasikan adanya potensi kerugian negara sebesar Rp34,49 triliun. Kerugian ini disebabkan oleh kegagalan perusahaan dalam mengamankan Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) miliknya. Manajemen TINS mengakui adanya kelemahan pengamanan dan menegaskan perbaikan sistem menjadi prioritas utama.
Temuan tersebut diungkap dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II-2024 yang dirilis BPK pada Mei 2025. Direktur Utama PT Timah Tbk, Restu Widiyantoro, menyatakan penguatan pengamanan WIUP menjadi fokus dalam 100 hari pertama kepemimpinannya.
“Salah satu concern utama kami adalah mengelektifkan pengamanan. Selama ini memang betul banyak jalur bocor yang memungkinkan orang lain keluar-masuk ke wilayah IUP kami tanpa terdeteksi,” kata Restu dalam konferensi pers usai Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) tahun buku 2024, Kamis (12/6).
Sebagai langkah awal, perusahaan menargetkan peningkatan pengamanan hingga 30 persen dari total wilayah IUP untuk menekan aktivitas pertambangan ilegal. Restu menambahkan, pihaknya tengah berkoordinasi dengan unit internal untuk segera menutup celah keamanan tersebut.
“Kalau dari prosentase sebelumnya sangat minim, kami coba tingkatkan minimal 30 persen wilayah IUP bisa aman dari kegiatan ilegal,” ujarnya.
Dalam laporannya, BPK menyoroti praktik penambangan ilegal di wilayah konsesi TINS terjadi dalam rentang waktu yang panjang, yakni periode 2013 hingga semester I-2023. Lemahnya pengamanan membuat wilayah tambang TINS rentan dieksploitasi oleh pihak tidak bertanggung jawab, sehingga output produksi perusahaan tidak sepadan dengan luas wilayah yang dikelola.
Direktur Pengembangan Usaha PT Timah, Suhendra Yusuf Ratu Prawiranegara, memperkuat pernyataan tersebut. Ia menegaskan perusahaan telah menindaklanjuti rekomendasi BPK dengan melakukan pembenahan internal.
“Beberapa hal yang kami lakukan adalah perbaikan dan penguatan sistem. Ini bagian dari upaya positif perusahaan untuk meningkatkan kinerja dan tata kelola,” ujar Suhendra.
Menindaklanjuti temuan ini, BPK mengeluarkan sejumlah rekomendasi kunci, antara lain:
Menteri BUMN diusulkan untuk mengambil alih fungsi pengamanan WIUP oleh pemerintah.
Menteri BUMN diminta berkoordinasi dengan Kementerian ESDM, Kementerian Perdagangan, dan aparat penegak hukum untuk menata ulang industri pertimahan di Bangka Belitung, termasuk menertibkan perusahaan swasta dan smelter yang diduga terlibat.
Direksi PT Timah diminta untuk aktif melaporkan dugaan penambangan ilegal kepada penegak hukum sebagai wujud komitmen penegakan aturan.
Melalui langkah-langkah perbaikan ini, manajemen PT Timah berharap tata kelola pertambangan ke depan dapat menjadi lebih transparan dan akuntabel, serta mampu memberikan kontribusi maksimal bagi negara.