Alasan Pemerintah Belum Mau Menaikkan Tarif Pajak

- Kondisi perekonomian dipandang masih dalam fase pemulihan.
- Purbaya memilih mengoptimalkan dana pemerintah yang mengendap di perbankan.
- Rencana kenaikan pajak baru akan diambil saat perekonomian Indonesia tumbuh di atas 6 persen.
Jakarta, FORTUNE – Pemerintah belum akan menaikkan tarif pajak dalam waktu dekat karena menimbang kondisi perekonomian nasional yang masih dalam fase pemulihan. Menurut Menteri Keuangan, Purbaya Yudhi Sadewa, penyesuaian tarif pajak justru berpotensi memperdalam pelemahan ekonomi di tengah masih tertekannya daya beli masyarakat secara umum.
Dia menegaskan fokus pemerintah adalah menjaga momentum pertumbuhan dengan kebijakan fiskal yang berhati-hati.
“Kita selalu counter cycle. Kalau ekonomi sedang melambat, kita dorong. Kalau sedang naik, jangan terlalu kencang. Itu yang disebut counter-cyclical measure,” kata Purbaya dalam acara Sarasehan 100 Ekonom Indonesia di Jakarta, Selasa (28/10).
Menurutnya, kebijakan fiskal harus mampu menahan gejolak ekonomi agar tidak jatuh terlalu dalam saat melemah, dan tidak terlalu cepat ketika tumbuh.
“Saya bisa saja menaikkan pajak, tapi tidak ada gunanya. Pendapatan pajak malah turun karena ekonomi makin lesu. Ujungnya bisa resesi yang parah,” ujarnya.
Alih-alih mengoreksi tarif, Purbaya menyatakan bakal memilih opsi untuk mengoptimalkan dana pemerintah yang mengendap di perbankan. Sebab, tiap tahun terdapat sisa dana Rp400 triliun-500 triliun yang belum terserap. Tahun ini, sekitar Rp200 triliun dikembalikan ke sistem ekonomi untuk mendorong likuiditas.
“Itu langkah paling gampang. Saya cuma pindahkan uang dari [Bank Indonesia] ke perbankan. Dengan begitu, ekonomi bisa bergerak tanpa harus keluar uang baru,” ujarnya.
Harapan Purbaya terhadap pertumbuhan ekonomi
Langkah tersebut terbukti berdampak positif. Purbaya menyebut tren suku bunga mulai turun, optimisme masyarakat meningkat, dan kredit mulai tumbuh lagi meskipun belum sesuai harapan.
“Yang paling penting bagi saya adalah persepsi masyarakat terhadap pemerintah. Waktu Juli–September, indeks kepercayaan publik sempat turun tajam, hampir menyamai masa Covid. Itu sinyal bahaya karena masyarakat mulai kesulitan hidup,” ujarnya.
Untuk itu Purbaya menilai kebijakan counter-cyclical yang hemat menjadi pilihan paling rasional saat ini. Ia belum sampai pada tahap ekspansi fiskal besar-besaran, melainkan berkonsentrasi memperbaiki manajemen keuangan dan mempercepat penyerapan belanja negara agar pertumbuhan ekonomi pada kuartal IV bisa melebihi 5,5 persen.
Rencana kenaikan pajak baru akan dilakukan saat perekonomian Indonesia tumbuh di atas 6 persen.
Ia meyakini pada level pertumbuhan tersebut, daya beli masyarakat akan lebih kuat, dan kebijakan fiskal bisa lebih adil tanpa menghambat aktivitas perekonomian.
“Uangnya akan tetap berputar di sistem, sektor swasta juga ikut bergerak. Jadi, tidak perlu khawatir kalau nanti pajak naik [lalu] masyarakat jadi susah,” katanya.

















