Beban Pajak Tinggi Jerat Industri Otomotif Nasional

- Negara lain mengeluhkan tingginya pajak mobil di Indonesia, seperti PPN dan PPnBM
- Perbandingan pajak antara Indonesia dan Malaysia menunjukkan perbedaan besar dalam beban pajak kendaraan
- Gaikindo meminta pemerintah mengkaji kembali nilai pajak kendaraan untuk meningkatkan penjualan
Jakarta, FORTUNE - Industri otomotif nasional menghadapi tantangan serius. Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) mengungkapkan bahwa tingginya beban pajak kendaraan di Indonesia menjadi sorotan berbagai negara, termasuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM). Kondisi ini secara langsung memicu harga mobil melonjak drastis saat tiba di tangan konsumen.
Kukuh Kumara, Sekretaris Umum Gaikindo, membenarkan adanya keluhan tersebut. Ia menjelaskan bahwa struktur pajak yang berlapis-lapis inilah penyebab harga mobil di Indonesia jauh lebih mahal dibandingkan dengan harga pabrik.
"Dalam sebuah forum internasional di Vietnam, saya menerima keluhan dari perwakilan Amerika Serikat yang menyebut Indonesia termasuk negara dengan pajak mobil tertinggi di dunia, hanya kalah dari Singapura," kata Kukuh dalam diskusi publik bertajuk "Menakar Efektivitas Insentif Otomotif" di Jakarta, Senin (19/5).
Kukuh mencontohkan jika harga mobil dari pabrik sekitar Rp100 juta, konsumen harus merogoh kocek hingga Rp150 juta setelah berbagai jenis pajak. Beban tersebut tidak berhenti di situ. Konsumen juga dibebani pajak tahunan seperti Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) yang menjadi kewenangan pemerintah daerah.
Menurut Gaikindo, beban pajak yang berat berpotensi mengurangi minat masyarakat untuk membeli mobil, terutama kendaraan bermesin konvensional. Imbasnya, penjualan dapat mengalami penurunan signifikan.
"Rp50 juta hanya untuk pajak. Ini salah satu hambatan utama yang kami hadapi," ujar Kukuh.
Gaikindo juga membandingkan pajak kendaraan di Indonesia dengan Malaysia. Kukuh menyebut mobil Toyota Avanza, yang diproduksi di kedua negara, memiliki perbedaan pajak yang mencolok.
Di Malaysia, PKB untuk Avanza hanya sekitar Rp385.000. Sementara itu, di Indonesia PKB bisa mencapai Rp4 juta. Malaysia juga tidak menerapkan BBNKB dan tidak mewajibkan perpanjangan tanda nomor kendaraan setiap lima tahun, seperti di Indonesia, yang secara total menambah beban sekitar Rp6 juta.
"Kalau komponen pajak ini bisa disesuaikan atau dibuat lebih rasional, dampaknya tentu akan sangat membantu industri dan konsumen," ujar Kukuh.
Demi mendorong kembali penjualan, Gaikindo mendesak pemerintah untuk meninjau ulang nilai pajak kendaraan, khususnya PPnBM.
"Mobil kini bukan lagi barang mewah. 20-30 tahun lalu kulkas aja masuknya barang mewah. Saat ini mobil Rp300 juta-400 juta sudah bagian hidup karena digunakan untuk mencari nafkah. Jadi, evaluasi apakah masih layak menimpakan PPnBM untuk mobil tertentu," kata Kukuh.