Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel Fortune IDN lainnya di IDN App
Shutterstock/hxdbzxy

Jakarta, FORTUNE - Pemerintah Tiongkok tengah menghadapi aksi boikot pembayaran kredit pemilikan rumah (KPR) akibat banyaknya proyek properti yang tak kunjung rampung dan diserahkan ke konsumen. Mengutip Fortune.com, ada lebih dari 100 proyek di 50 kota di Tiongkok—dengan ribuan pembeli—yang menghadapi boikot pembayaran hipotek. 

Dalam beberapa bulan terakhir, jumlah proyek properti yang mandek di tengah jalan memang meningkat lantaran pengembang kesulitan mendapat uang tunai. Musababnya adalah tindakan keras Beijing terhadap sektor properti pada Agustus 2020. 

Kala itu, pemerintah Tiongkok memperkenalkan kebijakan tiga garis merah untuk menekan sektor properti negara tersebut, membatasi jumlah utang yang boleh diambil oleh pengembang perumahan, serta menjadikan rumah Cina "untuk ditinggali, bukan untuk spekulasi."

Kebijakan tersebut terbukti gagal pertama kalinya ketika krisis keuangan mengancam Evergrande—baron properti yang telah menumpuk utang lebih dari US$300 miliar selama bertahun-tahun untuk membangun apartemen spekulatif dan proyek sampingan seperti tim sepak bola Cina.

Tak lama setelah beleid itu dirilis, kapitalisasi pasar Evergrande anjlok menjadi U$3 miliar dari US$36 miliar pada Agustus 2020. Krisis yang menerpa Evergrande pula yang menjadi momentum Beijing untuk mengukur tindakan keras mereka terhadap utang pengembang.

Sekarang, pemerintah Cina menunjukkan bahwa pemenuhan tiga garis merah mungkin tidak sepenting prioritas lainnya.

Memang, memperpanjang lebih banyak pinjaman kepada pengembang dapat memperburuk masalah utang bagi pengembang. Tetapi, untuk saat ini, memadamkan boikot hipotek dan mengatasi kesengsaraan ekonomi negara tampaknya menjadi prioritas.

Kompromi dengan utang pengembang

Editorial Team

Tonton lebih seru di