Daya Beli Melemah, Belanja Elektronik Turun Selama Ramadan 2025

Jakarta, FORTUNE - Ramadan tahun ini tidak hanya membawa perubahan dalam pola ibadah dan silaturahmi, tetapi juga dalam cara masyarakat Indonesia membelanjakan uangnya. Riset terbaru dari Jakpat menunjukkan sinyal pelemahan konsumsi sepanjang bulan suci tahun 2025. Salah satu kategori yang paling terdampak adalah produk elektronik, yang mengalami penurunan signifikan dibandingkan tahun sebelumnya.
Dalam laporan bertajuk Consumer Behavior of 2025 Ramadan & Eid, Jakpat mencatat bahwa tingkat pengeluaran masyarakat untuk berbagai kebutuhan Ramadan dan Idulfitri mengalami koreksi. Belanja untuk baju Lebaran, perlengkapan ibadah, dan parcel memang masih mendominasi, tetapi secara nominal, konsumen cenderung lebih konservatif dalam menentukan prioritas belanjanya.
"Ramadan dan Idulfitri 2025 menunjukkan melemahnya daya beli konsumen dibandingkan tahun 2024,” tulis Jakpat dalam laporan tersebut, yang didasarkan pada survei terhadap 2.001 responden dari berbagai wilayah di Indonesia. Laporan itu menggarisbawahi bahwa penurunan daya beli tak hanya terlihat dari volume transaksi, tetapi juga dari pergeseran kategori belanja.
Salah satu penurunan paling mencolok terjadi pada produk elektronik. Jika pada Ramadan 2024 masih ada sekitar 11–12 persen responden yang membeli elektronik untuk momen Lebaran, tahun ini angkanya menyusut hingga tinggal 8–9 persen. Penurunan ini paling terasa di segmen milenial dan konsumen kelas atas, dua kelompok yang pada tahun-tahun sebelumnya menjadi kontributor utama dalam pembelian barang-barang teknologi dan gaya hidup.
Pergeseran dalam prioritas rumah tangga

Tren ini mengindikasikan adanya pergeseran dalam prioritas rumah tangga, dari konsumsi barang tahan lama ke kebutuhan sehari-hari. “Pada saat yang sama, terjadi penurunan arah pengeluaran untuk pembelian produk elektronik selama Ramadan tahun ini," tulis laporan tersebut.
Secara umum, hanya 10 persen responden yang menyatakan pengeluaran mereka selama Ramadan 2025 “jauh lebih besar” dari tahun lalu. Sebaliknya, sekitar 40 persen mengaku mengurangi pengeluaran mereka. Bahkan di wilayah luar Jawa, persentase responden yang menaikkan anggaran Ramadan turun dari 50 persen menjadi hanya 37 persen.
Lemahnya konsumsi tahun ini terjadi bukan karena hilangnya kemampuan belanja sepenuhnya, tetapi lebih karena preferensi konsumen yang bergeser menjadi lebih hati-hati. Masyarakat masih mengalokasikan anggaran untuk kebutuhan khas Ramadan seperti zakat, hampers, dan makanan buka puasa, tetapi tampak enggan mengeluarkan uang untuk pembelian yang dianggap tidak mendesak. Kategori seperti pakaian, misalnya, hanya mengalami sedikit penurunan dari 92 persen menjadi 91 persen, menandakan bahwa konsumen tetap berbelanja namun dalam skala yang lebih terukur.
Temuan ini sejalan dengan pola belanja daring yang semakin dominan. Konsumen masih aktif membeli perlengkapan ibadah, kosmetik, dan hampers lewat e-commerce, tetapi untuk produk bernilai besar seperti furnitur, kendaraan, dan elektronik, toko fisik tetap menjadi pilihan utama—meskipun kunjungannya cenderung berkurang. Momentum puncak belanja Ramadan juga bergeser lebih awal, terutama pada kanal online yang memuncak di pekan kedua Ramadan, mengindikasikan perencanaan konsumsi yang lebih disiplin.
Selain itu, faktor eksternal seperti kenaikan harga kebutuhan pokok, biaya mudik yang melonjak, dan komitmen pekerjaan turut menekan daya beli. Sebagian masyarakat bahkan memilih untuk tidak melakukan mudik karena alasan finansial dan keterbatasan cuti. Ini menambah daftar indikator bahwa Ramadan 2025 dilalui dalam suasana yang lebih realistis dibandingkan romantisme konsumtif tahun-tahun sebelumnya.
Dari sudut pandang bisnis, laporan ini memberi peringatan awal bagi pelaku industri barang tahan lama, khususnya elektronik. Momen Ramadan—yang biasanya menjadi pendorong penjualan—tahun ini justru menunjukkan adanya tekanan. Produsen dan peritel perlu mengevaluasi ulang strategi mereka, termasuk mempertimbangkan pendekatan harga, bundling produk, dan timing promosi yang lebih relevan dengan kondisi pasar.