NEWS

Penerapan DMO dan DPO Minyak Sawit Bisa Ganggu Harga TBS

DMO yang ditetapkan 20 persen dari volume ekspor.

Penerapan DMO dan DPO Minyak Sawit Bisa Ganggu Harga TBSPekerja memanen tanda buah segar kelapa sawit. ANTARA FOTO/Syifa
by
28 January 2022
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) memberikan tiga catatan terhadap kebijakan kewajiban memasok ke dalam negeri atau domestic market obligation (DMO) dan domestic price obligation (DPO) untuk minyak sawit mentah (CPO), olein, dan minyak goreng. Sebab, kebijakan ini berpotensi menekan harga tandan buah segar (TBS) di tingkat petani.

“Kami minta pemerintah melindungi dengan strategi dan kebijakan harga TBS petani. Ibaratnya, jangan mengobati satu penyakit, muncul pulak penyakit baru. Penyakit baru ini di sektor hulunya (harga TBS petani). Ada syarat catatan kami berkaitan kebijakan yang dikeluarkan Kemendag ini,” ujar Ketua Umum DPP Apkasindo Gulat Manurung, Jumat (28/1).

DMO yang ditetapkan adalah 20 persen dari volume ekspor setiap tahunnya. Sementara itu, DPO yang berlaku adalah Rp9.300 per kilogram untuk CPO dan Rp10.300 untuk olein.

Menurutnya, melambungnya harga CPO juga mendongkrak harga TBS di tingkat petani. Namun, kenaikan harga TBS ini tidak serta merta menaikkan keuntungan petani secara signifikan. Sebab, di saat yang sama, kata Gulat, harga pupuk juga mengalami kenaikan luar biasa.

Menurut perhitungan Gulat, pada Januari 2021 hingga Januari 2022 harga pupuk naik sekitar 185 persen. “Kami petani kelapa sawit jelas terbebani dengan biaya pembelian pupuk ini. Dan ini pemerintah tidak mendengar teriakan kami. Tapi begitu harga minyak goreng melonjak, pemerintah begitu responsif,” kata Gulat. 

Gulat meminta pemerintah agar membuat kebijakan yang menyatakan bahwa pembelian TBS harus mengacu kepada harga internasional. Hal itu perlu dilakukan untuk melindungi petani.

Masukan kepada pemerintah

Kedua, ia menyarankan pemerintah untuk membuat lembaga penampung CPO dari kewajiban 20 persen. Nantinya, produsen minyak goreng mengambil CPO dari lembaga penampung ini. Langkah ini dapat diambil supaya akurat dan jelas penggunaannya.

“Jadi, tidak bisa CPO yang 20 persen disalahgunakan penggunaannya karena semua tersentral. Tidak ada lagi ruang gelapnya,” kata Gulat.

Ketiga, pemerintah  segera perbaiki tata kelola minyak goreng terutama persebaran pabrik minyak goreng. Menurut Gulat, akan lebih baik bagi pemerintah memfasilitasi UMKM petani untuk memproduksi minyak goreng atau bermitra dengan produsen minyak goreng.

“Pabrik minyak goreng dapat didirikan dekat kebun petani sebagai upaya mewujudkan industri strategis  yang terintegrasi terkhusus di sekitar kebun peserta PSR Swadaya. Ini pasti clear pergulatan minyak goreng ini dan permasalahannya tidak akan terulang,” ujarnya.

Guna kepastian bahan baku minyak goreng

Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan Oke Nurwan, mengatakan kenaikan harga minyak goreng di dalam negeri disebabkan oleh naiknya harga CPO di pasar internasional. Dengan harga CPO global yang belum turun sejak 2021, menurutnya, ada potensi beralihnya penjualan domestik ke pasar internasional. 

Tujuan utama DMO dan DPO adalah memastikan agar ketersediaan bahan baku minyak goreng di dalam negeri terjaga dari fluktuasi harga internasional. Selain itu, produsen minyak goreng tidak lagi dapat menjual produknya dengan harga tinggi lantaran volume dan harga bahan baku di dalam negeri telah dijamin pemerintah. “Ini yang kita pastikan, seperti arahan presiden, ini utamakan rakyat,” katanya saat konferensi pers secara virtual, Kamis (27/1).

Oke mengatakan peraturan dari kebijakan ini telah melalui proses harmonisasi dan sedang dalam proses perundangan.

Kendati demikian, aturan baru ini takkan menghapus seluruh kebijakan yang tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 03/2022 tentang Penyediaan Minyak Goreng Kemasan untuk Kebutuhan Masyarakat dalam Kerangka Pembiayaan oleh Badan Pengelola dana Perkebunan Kelapa Sawit. 

Sebab, aturan tersebut masih diperlukan bagi produsen minyak goreng untuk mengeklaim subsidi selisih harga yang dijanjikan pemerintah terkait kebijakan minyak goreng satu harga senilai Rp14.000 per liter. Produsen minyak goreng dapat mengeklaim subsidi ini untuk penjualan di pasar hingga 31 Januari 2022.
 

Related Topics