Kemenkeu Kejar 69 Pegawai dengan Profil "Merah" dan Harta Tak Wajar

Jakarta, FORTUNE - Inspektur Jenderal Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Awan Nurmawan Nuh, mengatakan instansinya mengejar keterangan dari 69 pegawai dengan profil "merah" atau berisiko tinggi dalam hal integritas dan kewajaran laporan harta kekayaan.
Sebenarnya, puluhan pegawai dengan harta tidak wajar tersebut telah terdata sejak 2020 dan 2021. Namun, karena saat itu tingkat penularan Covid-19 masih tinggi, gerak inspektorat jenderal (Itjen) untuk melakukan klarifikasi harta secara fisik menjadi terbatas.
"Kami panggil pegawai tersebut mulai Senin kemarin. Kami rencana target dua minggu kami selesaikan, tapi kami lihat dinamikanya" ujarnya dalam konferensi pers di Kementerian Keuangan, Rabu (9/3).
Awan menyatakan pemetaan risiko pegawai di Kemenkeu tidak terbatas hanya pada aspek formal seperti kepatuhan penyampaian harta kekayaan, kelengkapan berkas laporan kekayaan, dan lain sebagainya, tetapi juga pada aspek material seperti bukti kepemilikan, informasi PPATK, dan lain-lain.
"Hal ini untuk menilai kewajaran kepemilikan harta kekayaan yang dikaitkan dengan profil pegawai," katanya.
Dari hasil verifikasi harta kekayaan, data-data lembaga lain seperti transaksi keuangan dari PPATK, hingga aduan wistle blowing system (WISE), akan terbentuk profil risiko pegawai: tinggi, sedang atau rendah.
Untuk profil pegawai risiko tinggi, dilakukan langkah lanjutan berupa klarifikasi atau bahkan investigasi jika memang ditemukan indikasi pelanggaran.
"Nanti hasil klarifikasi tidak berhenti, bisa dilanjut pada tahap berikutnya. Bisa sampai investigasi, atau bisa sampai penjatuhan hukuman disiplin apabila dalam hasil pemeriksaan memang terdapat bukti yang kuat," ujarnya.
Laporan di media sosial dinilai efektif
Awan juga menyampaikan bahwa Itjen Kemenkeu memiliki kerangka kerja integritas mulai dari pengawasan melekat dengan atasan masing-masing direktorat, pertahanan internal dengan pelaporan harta kekayaan, hingga pengawasan oleh Itjen.
"Kalau kami tentu dengan dua langkah: pencegahan dan penindakan. Khususnya pencegahan ini, harus kita lebih pertajam dengan memperkuat lini pertama, yaitu pimpinan unit ke depan harus betul-betul lebih paham, siapa pegawainya seperti apa risiko unit kantor itu aktivitas kesehariannya seperti apa dan sebagainya," katanya.
Itjen juga masih terus mencari formulasi terbaik untuk mengolah berbagai informasi dan data yang dapat digunakan untuk menyusun profil risiko pegawai, "sehingga nanti bisa dipergunakan untuk pencegahan baik untuk Itjen unit kepatuhan internal juga untuk kepentingan manajemen sendiri".
Meski demikian, kasus Rafael Alun Trisambodo yang ramai di media sosial juga memberikan pembelajaran berharga bahwa kerangka kerja integritas juga dapat didukung oleh pengawasan dari masyarakat.
"Kami belajar sangat efektif pengawasan yang dilakukan masyarakat seperti di medsos dan media. Ini juga akan melengkapi atau mengklarifikasi data-data yang kami miliki. Atau bisa juga sebagai trigger," ujarnya.