Penerimaan Pajak Melambat di Agustus 2022

Jakarta, FORTUNE - Penerimaan pajak pada Agustus 2022 mengalami perlambatan hampir di seluruh jenis dibandingkan capaian bulan sebelumnya. Kementerian Keuangan mencatat, pajak penghasilan (PPh) 21 hanya tumbuh 28,2 persen (year on year/yoy), lebih rendah Juli 2022 yang mencapai 29,4 persen (yoy). Demikian pula PPh impor yang hanya tumbuh 35,7 persen (yoy) atau lebih lambat dibandingkan bulan sebelumnya yang naik sebesar 53,7 persen (yoy).
Lalu, pertumbuhan PPh Badan melambat menjadi 121,7 persen (yoy) dari 121,9 persen (yoy) pada Juli, dan PPN Dalam Negeri melambat menjadi 24,8 persen (yoy) dari sebelumnya 70,6 persen (yoy). Begitu pun dengan PPN Final yang hanya tumbuh 3 persen (yoy), jauh di bawah Juli yang sebesar 48,4 persen (yoy).
Untuk PPh orang pribadi (OP), kondisinya bahkan berbalik atau mengalami kontraksi sebesar 6,6 persen (yoy). Padahal, di bulan Juli 2022, pertumbuhan PPh OP mencapai 31,9 persen (yoy).
Hanya PPh 26 dan PPh Impor yang tumbuh lebih tinggi dibandingkan bulan sebelumnya. PPh 26 tumbuh 113,9 persen (yoy) atau lebih tinggi dibandingkan Juli yang sebesar 51,9 persen (yoy), sementara PPh Impor tumbuh 63,9 persen (yoy) atau di atas pertumbuhan Juli yang sebesar 56,8 persen (yoy).
Meski demikian, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, secara kumulatif penerimaan pajak sejak Januari hingga Agustus masih lebih baik ketimbang periode sama tahun lalu.
Ini, salah satunya, disebabkan oleh berkurangnya berbagai insentif pajak yang diberikan pemerintah untuk mendorong pemulihan ekonomi pasca Covid-19 tahun lalu. "Tahun ini karena dunia usaha mulai normal banyak insentif dihentikan sehingga ini memulihkan penerimaan pajak kita," ujarnya dalam konferensi pers APBN KiTA, Senin (27/9).
Selain itu, kata dia, Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) yang memberikan kemampuan pemerintah untuk mengumpulkan penerimaan lebih baik juga telah diimplementasikan.
Meski demikian, ia mengingatkan bahwa pemerintah tetap berhati-hati karena kondisi ekonomi global masih penuh dengan ketidakpastian. "Dan berbagai indikator perlu kita waspadai karena tren penerimaan pajak yang begitu tinggi harus kita lihat sustainabilitynya," jelasnya.