SHARIA

Aturan Baru Umrah, Calon Jemaah Wajib Daftar Lewat PPIU

Ada sejumlah kebijakan baru dari Arab Saudi.

Aturan Baru Umrah, Calon Jemaah Wajib Daftar Lewat PPIUKedatangan jemaah haji di Bandara Internasional Minangkabau (BIM), Sumatera Barat, Jumat (15/7). ANTARA FOTO/Iggoy el Fitra
22 September 2022
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama (Kemenag) mewajibkan calon jemaah umrah untuk mendaftarkan keberangkatannya melalui Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU). 

Langkah ini dilatari sejumlah kebijakan baru dari pemerintah Arab Saudi dalam penyelenggaraan umrah 1444 H. Kebijakan itu diorientasikan sebagai bagian dari tahapan implementasi visi Saudi 2030.

Beberapa kebijakan itu, antara lain tidak ada batasan kuota umrah. Selain itu, untuk ibadah umrah tidak harus menggunakan visa umrah, bisa dengan jenis visa lainnya. Proses permohonan visa juga tidak harus melalui provider di Indonesia, PPIU bisa langsung berhubungan dengan provider Saudi.

"Kebijakan Saudi dalam penyelenggaraan umrah juga mengarah pada skema business to customer atau B to C," kata Direktur Umrah dan Haji Khusus (UHK) Nur Arifin, dalam keterangannya, dikutip Kamis (22/9).

Berpotensi menimbulkan persoalan penyelenggaraan umrah

Kebijakan ini, lanjut Arifin, perlu direspons dan dimitigasi jika berpotensi memunculkan persoalan dalam penyelenggaraan umrah di Indonesia. Termasuk perlu sejumlah persoalan dalam negeri misalnya, masalah vaksin meningitis yang sempat muncul di Surabaya, serta mahalnya harga tiket.

"Detail-detail persoalan ini dibahas bersama dalam FGD ini untuk mendapat rekomendasi perbaikan ke depan,"kata.

Sementara itu, Kasubdit Pengawasan Umrah Noer Alya Fitra menambahkan, FGD berlangsung produktif. Sejumlah persoalan yang muncul, dibahas komprehensif untuk merumuskan solusi bersama.

"Terkait skema B to C, FGD menyepakati bahwa sesuai amanah regulasi mengharuskan penyelenggaraan ibadah umrah wajib melalui PPIU. Kemenag dan PPIU akan melakukan sosialisasi intensif terkait regulasi ini," ujarnya,

Nafit menambahkan, terkait keterbatasan vaksin meningitis Kemenkes telah merespons dengan upaya merealokasi distribusi ketersediaan vaksin meningitis sesuai dengan sebaran populasi jemaah umrah per provinsi. Selain itu, dengan percepatan pengadaan vaksin baru yang akan tersedia dalam waktu dekat.

Hasil FGD Kemenag dengan Asosiasi PPIU

Berikut hasil diskusi FGD Kemenag dengan Asosiasi PPIU terkait Mitigasi Risiko Permasalahan Umrah 1444 H.

1. Penyelenggaraan ibadah umrah harus sesuai dengan regulasi pada UU Nomor 8 Tahun 2019 dan UU Nomor 11 Tahun 2020, bahwa Perjalanan Ibadah Umrah wajib melalui PPIU. Hal tersebut sebagai bahan penguatan diplomasi penyelenggaraan ibadah umrah dengan pihak Pemerintah Kerajaan Arab Saudi;

2. Ketentuan tentang penyelenggaraan ibadah umrah wajib dilakukan oleh PPIU, perlu disosialisasikan secara intensif dan masif oleh pemerintah bersama PPIU;

3. Terkait dengan keterbatasan ketersediaan vaksin, Kemenkes RI memberikan respon sebagai berikut:

  • Merealokasi ketersediaan vaksin meningitis saat ini dengan mendistribusikan vaksin sesuai dengan sebaran jemaah umrah pada masing-masing provinsi;
  • Melakukan percepatan penyediaan vaksin meningitis sebanyak 220 ribu vaksin yang rencananya akan tersedia pada Oktober 2022;
  • Bekerjasama dengan produsen untuk memproduksi secara mandiri vaksin meningitis di dalam negeri;
  • Berkoordinasi dengan ITAGI (Komite Penasihat Ahli Imunisasi Indonesia) terkait dengan rekomendasi dan kajian terkini tentang vaksinasi, antara lain mengusulkan memperpanjang waktu masa lindung vaksin dari 2 tahun menjadi 3 - 5 tahun (sesuai merk vaksin).

4. Perlu dibuatkan regulasi (SOP) pemberangkatan jemaah umrah 1444 H yang dengan melibatkan seluruh stakeholder umrah;

5. Perlu kesepakatan antara maskapai dengan PPIU untuk mengatur komponen penerbangan umrah dengan melibatkan pihak Komite Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU), Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN), serta Lembaga Perlindungan Konsumen Penerbangan dan Pariwisata.

Related Topics