SHARIA

'Bir Non Alkohol' Bisakah Disertifikasi Halal? Ini Jawaban MUI

MUI memiliki aturan standardisasi sertifikasi halal.

'Bir Non Alkohol' Bisakah Disertifikasi Halal? Ini Jawaban MUIIlustrasi logo halal baru. Dok. instagram/@kemenag_ri
22 November 2022
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Sejumlah produk dari produsen minuman keras (miras) seperti bir ada yang mengklaim tidak menggunakan alkohol atau berkadar alkohol 0% dalam beberapa jenis produknya. Klaim ini membuat segelintir orang percaya bahwa minuman tersebut halal untuk dikonsumsi. Apakah produk tersebut dapat sertifikasi halal?

Meski diklaim tidak mengandung alkohol, miras tersebut tidak bisa disertifikasi halal dari MUI.  Lalu apakah alasannya? Berikut penjelasannya.

MUI tidak memproses sertifikasi halal untuk produk miras

Melansir laman halalmui.org, sesuai dengan fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) tidak akan memproses sertifikasi halal yang berasal dari produk miras dan sejenisnya meskipun tidak ada kadar alkoholnya.

"Dari segi warna, rasa, aroma, bahkan juga kemasan botolnya mirip dengan minuman bir. Kami tidak memproses sertifikasi halal yang diajukan, walaupun kami juga tidak menyatakan produk tersebut haram," kata Ketua Komisi Fatwa (KF) MUI periode 2015-2020, Prof. Dr. H. Hasanuddin AF, MA, dikutip, Selasa (22/11).

Tentunya, hal ini sudah diterangkan di dalam Alquran surat Al-Maidah ayat 90. "Wahai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar (miras), berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan,"

Meskipun di masa sekarang banyak produsen bir yang mengklaim bahwa minuman keras tanpa kadar alkohol. Namun, jenis minuman keras ini tidak bisa mendapatkan sertifikasi halal MUI.

4 aturan standardisasi sertifikasi halal

Merujuk pada Fatwa MUI Nomor 4 Tahun 2003 tentang Standardisasi Fatwa Halal. Salah satunya menetapkan masalah penggunaan nama dan bahan, yang terdiri dari empat poin. Pertama, produk tidak boleh menggunakan nama dan/atau simbol-simbol makanan/minuman yang mengarah kepada kekufuran dan kebatilan.

Kedua, produk tidak boleh menggunakan nama dan/atau simbol-simbol makanan/minuman yang mengarah kepada nama-nama benda/binatang yang diharamkan terutama babi dan khamr, kecuali yang telah mentradisi (‘urf) dan dipastikan tidak mengandung unsur-unsur yang diharamkan seperti nama bakso, bakmi, bakwan, bakpia dan bakpao.

Ketiga, produk tidak boleh menggunakan bahan campuran bagi komponen makanan/minuman yang menimbulkan rasa/aroma (flavor) benda-benda atau binatang yang diharamkan, seperti mie instan rasa babi, bacon flavor, dan sebagainya.

Keempat, produk tidak boleh mengkonsumsi makanan/minuman yang menggunakan nama-nama makanan/minuman yang diharamkan seperti whisky, brandy, beer, dan sebagainya.

Related Topics