SHARIA

BPJPH Baru Terbitkan Sepertiga dari 36.658 Sertifikat Halal

Integrasi sistem LPH dengan SiHALAL terus didorong.

BPJPH Baru Terbitkan Sepertiga dari 36.658 Sertifikat HalalIlustrasi logo halal baru. Dok. instagram/@kemenag_ri
29 December 2022
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Capaian penerbitan sertifikat halal cukup signifikan walau belum ideal. BPJPH baru sanggup menerbitkan 36,77 persen dari total 36.658 sertifikat halal dalam 21 hari. Demikian disampaikan, Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) Kementerian Agama, Muhammad Aqil Irham.

"Target kami harus sesuai dengan Service Level Agreement (SLA). Saat ini yang diselesaikan dalam waktu 21 hari baru 36,77 persen dari total 36.658 sertifikat,” kata Aqil dalam keterangan di Jakarta, dikutip Kamis (29/12).

Dibandingkan tahun sebelumnya, proses integrasi dan transformasi digital berdampak pada percepatan rata-rata waktu pelayanan sertifikasi halal. Pada 2019 sampai dengan 2020 layanan diselesaikan dari 352 hari menjadi 158 hari, tetapi tahun 2021 sampai dengan 2022 layanan diselesaikan dari 62 hari menjadi rata-rata 40 hari. 

Menurutnya, pengintegrasian sistem Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) dengan Sistem Informasi Halal (SiHALAL) dinilai dapat mempercepat penerbitan sertifikasi halal. Langkah ini pun akan terus digencarkan. “Kami terus berkomitmen untuk terus bersinergi melalui integrasi sistem seutuhnya dengan LPH dan Komisi Fatwa agar proses sertifikasi bisa lebih cepat,” ujarnya.

Ia juga mengimbau para pengusaha di Tanah Air untuk beramai-ramai mensertifikasi produknya agar berlabel halal. Upaya ini juga akan mempercepat Indonesia menjadi produsen halal dunia.

Mendorong terbentuknya LPH baru

Ia menambahkan, BPJPH sebagai induk memberikan layanan yang lebih murah dengan mendorong terbentuknya LPH-LPH di seluruh penjuru Indonesia. Dengan demikian, diharapkan akan ada persaingan sehat dari aspek layanan. 

“Sehingga mudah, murah, dan cepat menjadi pilihan pelaku usaha untuk menentukan LPH. Begitu pula dari aspek tarif layanan yang semakin murah, meskipun masih ada keluhan mahalnya tarif karena ada biaya tambahan dari LPH tertentu,” ujar Aqil. 

Sejumlah upaya juga dilakukan BPJPH, di antaranya melakukan pengembangan sistem untuk mempercepat layanan sertifikasi halal lebih mudah, murah, cepat, dan profesional. 

BPJH mengembangkan kodifikasi dan klasifikasi bahan, produk, dan proses produk halal untuk otomatisasi proses verifikasi dan validasi dengan melakukan digitalisasi berbasis Artificial Intelligence dan Blockchain. 

“Termasuk mengembangkan payment gateway untuk proses pembayaran layanan jaminan produk halal dan memperkuat infrastruktur teknologi,” ujarnya.

Daftar produk yang wajib disertifikasi halal

Dilansir dari laman Kementerian Agama, Kamis (29/12) Kepala BPJPH Kemenag Muhammad Aqil Irham menjelaskan, kewajiban sertifikasi halal bagi jenis produk secara lebih rinci diatur di dalam PP Nomor 39 Tahun 2021. 

Pasal 139 misalnya, mengatur bahwa kewajiban bersertifikat halal bagi jenis produk dilakukan secara bertahap. 

Penahapan untuk pertama kali terdiri atas (a) produk makanan dan minuman; (b) bahan baku, bahan tambahan pangan, dan bahan penolong untuk produk makanan dan minuman; dan (c) hasil sembelihan dan jasa penyembelihan.

Pasal 140 mengatur bahwa penahapan kewajiban bersertifikat halal bagi produk makanan, minuman, hasil sembelihan, dan jasa penyembelihan dimulai sejak 17 Oktober 2019 sampai 17 Oktober 2024.

Tahap kedua kewajiban bersertifikat halal diatur dalam Pasal 141 PP Nomor 39 Tahun 2021. Penahapan kedua kewajiban bersertifikat halal ini mencakup jenis produk:

  1. obat tradisional, obat kuasi, dan suplemen kesehatan (sampai 17 Oktober 2026);
  2. obat bebas dan obat bebas terbatas (sampai 17 Oktober 2029);
  3. obat keras dikecualikan psikotropika (sampai 17 Oktober 2034);
  4. kosmetik, produk kimiawi, dan produk rekayasa genetik (sampai 17 Oktober 2026);
  5. barang gunaan yang dipakai kategori sandang, penutup kepala, dan aksesoris (sampai 17 Oktober 2026);
  6. barang gunaan yang digunakan kategori perbekalan kesehatan rumah tangga, peralatan rumah tangga, perlengkapan peribadatan bagi umat Islam, alat tulis, dan perlengkapan kantor (sampai 17 Oktober 2026);
  7. barang gunaan yang dimanfaatkan kategori alat kesehatan kelas risiko A sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, (sampai 17 Oktober 2026);
  8. barang gunaan yang dimanfaatkan kategori alat kesehatan kelas risiko B sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan (sampai 17 Oktober 2029);
  9. barang gunaan yang dimanfaatkan kategori alat kesehatan kelas risiko C sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, (sampai dengan tanggal 17 Oktober 2034); dan
  10. produk berupa obat, produk biologi, dan alat kesehatan yang bahan bakunya belum bersumber dari bahan halal dan/atau cara pembuatannya belum halal, dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Selain itu, berdasarkan Undang-Undang Jaminan Produk Halal Nomor 33 Tahun 2014 tentang produk impor yang masuk ke wilayah Indonesia wajib memiliki sertifikasi halal. Kewajiban tersebut berlaku sejak Oktober 2019 untuk produk produk dan jasa makanan dan minuman serta pemotongan hewan. 

Kemudian sertifikasi halal juga berlaku untuk obat-obatan, kosmetik, dan barang konsumsi. Hal ini sejalan dengan amanat Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 39 Tahun 2021 untuk mengimplementasikan kawasan penjaminan produk Halal. 

Adapun sertifikasi halal dilakukan oleh BPJPH sebagai bidang administrasi utama, dengan partisipasi Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) yang berwenang untuk memeriksa dan/atau menguji kehalalan produk. Kemudian Majelis Ulama Indonesia (MUI) memberikan fatwa halal pada produk tersebut.

Related Topics