SHARIA

Memahami Apa Itu Musyarakah dalam Sistem Perbankan Syariah

Akad musyarakah digunakan dalam perbankan syariah.

Memahami Apa Itu Musyarakah dalam Sistem Perbankan SyariahIlustrasi Layanan Bank Mega Syariah/Dok Bank Mega Syariah
24 November 2023
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Istilah "musyarakah" menjadi familiar bagi mereka yang telah mengenal sistem Perbankan Syariah. Apa itu musyarakah? Dalam konteks perbankan syariah, musyarakah merupakan salah satu akad yang digunakan sebagai landasan bagi produk-produk pembiayaan. Bank syariah, berbeda dengan bank konvensional, mengikuti prinsip-prinsip Islam dalam menetapkan semua produknya. 

Menurut Otoritas Jasa Keuangan (OJK) seperti tertera dalam Standar Produk Buku 1, musyarakah dapat diartikan sebagai akad pembiayaan perbankan syariah yang berdasarkan prinsip profit loss sharing.

Melansir laman cimbniaga.co.id, dalam praktiknya, musyarakah melibatkan penyatuan modal dari pihak-pihak yang terlibat, dengan tujuan bersama memiliki aset, usaha, atau proyek tertentu. Modal tersebut kemudian dikelola bersama untuk memperoleh keuntungan, yang nantinya akan dibagi sesuai dengan nisbah bagi hasil yang telah disepakati dalam akad. 

Menurut Standar Kontrak Perjanjian Musyarakah, rukun dan syarat sah Akad Musyarakah mencakup: 

  • subjek akad (aqid) 
  • proyek atau usaha (masyru')
  • modal (ra'sul mal), 
  • kesepakatan (sighatul akad)
  • nisbah bagi hasil (nishbatu ribhin)

Dalam artikel ini, akan dibahas lebih lanjut apa itu musyarakah, jenis-jenisnya, dan hal lainnya yang berkaitan dengan musyarakah.

Jenis-jenis musyarakah

Jika kita memerinci etimologisnya, apa itu musyarakah atau syirkah berasal dari kata dasar "syirkatan" dan kata kerja "syarika," yang memiliki arti mitra, sekutu, kongsi, atau serikat. Dalam pengertian bahasa, musyarakah dapat diartikan sebagai penggabungan, pencampuran, atau kongsi. Oleh karena itu, istilah ini juga bisa disebut sebagai syirkah, syarikah, serikat, atau kongsi.

Syirkah Amlak

Dalam konteks musyarakah, terdapat jenis yang dikenal sebagai syirkah amlak. Syirkah amlak terjadi bukan melalui akad, melainkan karena usaha tertentu atau secara alami. Syirkah amlak dibagi menjadi dua jenis, yakni syirkah amlak ikhtiari dan syirkah amlak ijbari.

  • Syirkah Amlak Ikhtiari: Contohnya adalah akad hibah, wasiat, dan pembelian. Dalam musyarakah, syirkah amlak ikhtiari tidak melibatkan akad wakalah atau penguasaan (wilayah) dari satu syarik kepada syarik lain.

  • Syirkah Amlak Ijbari: Merupakan syirkah antara dua syarik atau lebih yang terjadi secara otomatis, seperti pada peristiwa kematian. Syirkah amlak ijbari disebut mutlak karena terjadi tanpa upaya syarik untuk mewujudkan peristiwa kepemilikan bersama.

Syirkah Uqud:

Syirkah Uqud merupakan kesepakatan dua pihak atau lebih untuk menggabungkan harta guna menjalankan kegiatan usaha. Hasilnya dibagi sesuai nisbah yang telah disepakati di awal akad. Misalnya, keuntungan dibagi dengan nisbah 40:60, menandakan 40 persen untuk satu pihak dan 60 persen untuk pihak lainnya. Kerugian, sesuai kontribusi, dapat berupa dana atau reputasi yang dirugikan.

Ulama Hanafiah membagi syirkah uqud menjadi enam jenis, melibatkan kemitraan modal, keterampilan, dan reputasi. Beberapa syarat penting untuk melaksanakan musyarakah atau syirkah uqud termasuk adanya akad wakalah, penentuan nisbah keuntungan, dan ketentuan bahwa bagian keuntungan tidak boleh dalam jumlah pasti, melainkan dinyatakan dalam nisbah tertentu, misalnya 60:40 atau 55:4

Teknis dalam musyarakah

Dalam ranah teknis, konsep musyarakah membawa kita pada upaya bank untuk memfasilitasi pemenuhan sebagian kebutuhan permodalan nasabah, memungkinkan mereka menjalankan usaha atau proyek sesuai kesepakatan. Dalam hal ini, nasabah berperan sebagai pengelola usaha, sementara bank berfungsi sebagai mitra yang juga dapat terlibat dalam pengelolaan usaha sesuai dengan perjanjian yang telah dibuat.

Pada tahap penyaluran dana, musyarakah mengizinkan pemberian dana dalam bentuk tunai atau barang. Jika pembiayaan dilakukan dalam bentuk barang, penilaian nilai barang disesuaikan dengan kesepakatan yang telah ditetapkan.

  • Keuntungan yang dijamin

Pembagian keuntungan dalam musyarakah diungkapkan melalui nisbah atau bagi hasil yang telah disetujui, yang tidak dapat diubah selama jangka waktu investasi, kecuali ada kesepakatan dari para pihak terlibat. Nisbah ini dapat diatur secara berjenjang (tiering), dengan besaran yang bervariasi sesuai kesepakatan. Pembagian keuntungan dapat dilakukan melalui mekanisme bagi untung atau rugi (profit and loss sharing) atau bagi pendapatan (revenue sharing), berdasarkan hasil usaha yang tercermin dalam laporan keuangan nasabah.

  • Menangani risiko dan kerugian

Dalam konteks kerugian, baik bank maupun nasabah bertanggung jawab secara proporsional sesuai dengan modal yang mereka miliki. Jika terjadi kerugian akibat kecurangan, kelalaian, atau pelanggaran perjanjian, kerugian tersebut akan ditanggung bersama sesuai dengan proporsi kepemilikan modal masing-masing.

Dengan penekanan pada kerjasama dan keterlibatan aktif antara bank dan nasabah, musyarakah menjadi solusi inovatif dalam memberikan dukungan finansial, menjaga keseimbangan keuntungan, dan menangani risiko secara adil. Sebagai pendekatan yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah, musyarakah menjadi pilihan yang menarik bagi mereka yang mencari pembiayaan yang berkelanjutan dan berkeadilan.

Demikian penjelasan mengenai apa itu musyarakah dalam perbankan syariah, beserta pengertian dan seluk-beluknya. Semoga bermanfaat.

Related Topics