Ekspor Halal Sentuh US$51,4 Miliar, Dua Tantangan Utama Masih Jadi PR

Jakarta, FORTUNE - Nilai ekspor produk halal Indonesia terus menunjukkan penguatan. Sepanjang 2024, total ekspor sektor halal tercatat mencapai US$51,4 miliar. Namun, kewajiban sertifikasi halal serta porsi pasar industri keuangan nonbank (IKNB) syariah dinilai masih menghadapi sejumlah tantangan struktural. Kondisi ini dipandang perlu segera diperkuat agar ekonomi syariah mampu berperan sebagai arus utama perekonomian nasional.
Peneliti Center of Sharia Economic Development (CSED) INDEF, Handi Riza, menilai kinerja industri halal patut diapresiasi, baik dari sisi volume produk maupun kontribusinya terhadap aktivitas ekonomi. “Hingga tahun ini, tercatat sekitar 9,6 juta produk halal,” ujarnya dalam diskusi bertajuk Ekonomi Syariah di Persimpangan: Refleksi Strategis 2025 dan Policy Agenda 2026 secara daring, Selasa (30/12).
Ia memaparkan bahwa kontribusi halal value chain terhadap produk domestik bruto (PDB) hingga triwulan II/2025 telah mencapai 26,73 persen dan diperkirakan mendekati 35 persen pada akhir tahun. Dari sisi struktur ekspor, makanan dan minuman masih mendominasi dengan porsi sekitar 82 persen, diikuti sektor tekstil sekitar 16 persen.
Meski demikian, Handi menilai masih terdapat pekerjaan rumah penting. “Kewajiban sertifikasi halal belum merata. Masih banyak sektor industri dan UMKM dengan tingkat kepatuhan rendah,” ujarnya. Ia turut menyinggung adanya perbedaan standar halal nasional dan global yang berpotensi memengaruhi pengakuan produk Indonesia di pasar internasional.
Tantangan serupa juga dialami sektor IKNB syariah. Peneliti CSED INDEF, Murniati Mukhlisin, menilai kenaikan pangsa pasar sektor ini masih berjalan moderat. “Landscape keuangan syariah kita sebenarnya cukup baik, namun dari sisi market share pertumbuhannya masih relatif lambat,” kata Murniati.
Menurutnya, apabila koperasi syariah turut dimasukkan dalam perhitungan, pangsa pasar dapat meningkat dari 11,36 persen menjadi sekitar 25 persen. Meski demikian, market share IKNB syariah di luar perbankan masih jauh tertinggal dibandingkan sektor konvensional. Murniati juga menilai tantangan persepsi publik masih terasa, khususnya pada produk asuransi syariah.
“Asuransi syariah masih sering dipersepsikan sebagai produk investasi, padahal esensinya adalah ta’awun dan takaful,” ujarnya.
Ke depan, Handi Riza menekankan pentingnya payung regulasi yang mampu mengintegrasikan arah kebijakan ekonomi dan keuangan syariah yang selama ini masih berjalan parsial. “Diperlukan satu lembaga yang berperan sebagai konduktor untuk mengorkestrasi seluruh pemangku kepentingan,” katanya.
Ia menambahkan, agenda strategis 2026 menempatkan industri halal sebagai salah satu pendorong utama target pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 5,4 persen, seiring proyeksi konsumsi domestik produk halal yang diperkirakan mencapai US$259 miliar.

















