Baca artikel Fortune IDN lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Benarkah KPR Syariah Lebih Menguntungkan? Ini Penjelasannya

Ilustrasi penyaluran kredit perumahan. ANTARA FOTO/Yulius Satria Wijaya

Jakarta, FORTUNE - Kredit Pemilikan Rumah (KPR) syariah dinilai relatif lebih menguntungkan bagi kreditur, terutama pada saat suku bunga acuan naik. Hal tersebut karena skema besaran cicilan KPR syariah adalah bersifat tetap sejak awal hingga akhir perjanjian.

Pengamat ekonomi syariah Adiwarman Karim, mengatakan terutama yang sudah menggunakan KPR syariah saat ini, sebelum adanya kenaikan tingkat suku bunga akan diuntungkan.

"Karena dalam skema syariah, sekali ditentukan di awal besaran cicilannya, maka tidak berubah sampai akhir masa perjanjian," katanya dikutip dari Antara, Rabu (13/7).

Adiwarman menambahkan, masyarakat yang selama ini menikmati suku bunga yang relatif rendah akan segera merasakan dampak kenaikan tingkat suku bunga oleh The Fed (Bank Sentral Amerika Serikat) yang memicu inflasi termasuk di sektor perumahan.

Terkait KPR syariah, ia melanjutkan pemerintah saat ini sangat mendukung dengan adanya Tapera (Tabungan Perumahan Rakyat) Syariah untuk memenuhi kebutuhan rumah bagi PNS, serta bank pemerintah yang khusus menyediakan KPR dengan skema syariah.

Adiwarman berpesan kepada calon kreditur KPR syariah agar memperhatikan legalitas dan kredibilitas lembaga syariah agar tidak tertipu. Setelah itu,  perlu dilihat pula aspek syariahnya apakah lembaga tersebut mempunyai dewan pengawas syariah yang direkomendasikan, tercatat dan terdaftar oleh MUI.

Momentum menggenjot pembiayaan KPR

Perbankan syariah memiliki kesempatan untuk menggenjot pembiayaan kepemilikan rumah pada semester semester II 2022 hingga tahun depan. Hal ini seiring dengan proyeksi kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia atau BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI-7DRR) yang telah bertahan selama 17 bulan terakhir. Seiring dengan BI menjatuhkan suku bunga acuan ke level paling rendah sepanjang sejarah pada Februari 2021 yakni menjadi 3,5 persen. 

Penurunan ini dilakukan secara bertahap setelah BI-7DRR menyentuh 6 persen pada Juni 2019.  Kendati demikian, perekonomian global dihantui inflasi tinggi sehingga Bank Sentral Amerika Serikat, Federal Reserve (The Fed) mendorong kenaikan suku bunga acuan lebih agresif. Hal itu dinilai cepat atau lambat akan mempengaruhi suku bunga acuan di Indonesia untuk kembali merangkak lebih tinggi. 

Menanggapi hal itu, Senior Faculty Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Amin Nurdin menjelaskan dalam skenario tren kenaikan suku bunga acuan, bank syariah memiliki nilai jual lebih tinggi dibandingkan dengan bank konvensional dalam memasarkan pembiayaan kepemilikan rumah atau lebih dikenal dengan KPR syariah.  

“Saat BI rate naik, bank konvensional akan dalam posisi mau tidak mau menaikkan suku bunga KPR mengikuti pasar (floating). Bank syariah sudah dalam posisi menjual pembiayaan dengan cicilan tetap, sehingga tidak ada kenaikan cicilan,” katanya dalam keterangan tertulis, Rabu (13/7).

Dari sudut pandang konsumen, kata Amin, cicilan tetap akan lebih menarik dibandingkan dengan produk yang menawarkan suku bunga tak tetap mengikuti suku bunga acuan yang berangsur naik. Terlebih kondisi perekonomian ke depan dibayangi ketidakpastian tinggi seiring dengan konflik geopolitik antara Rusia dan Ukraina. 

“Ada dua kesempatan di sini bagi bank syariah, ambil nasabah baru, atau ambil nasabah existing KPR bank konvensional,” kata Amin, menambahkan.

Dia pun menyebut saat ini di Indonesia ada dua bank syariah yang mumpuni untuk memperdalam penetrasi KPR syariah. Yaitu PT Bank Syariah Indonesia Tbk. atau BSI yang terafiliasi kepada pemerintah dan PT Bank Muamalat Indonesia Tbk. Menurutnya, BSI saat ini berstatus sebagai bank syariah terbesar di Indonesia. 

Minat masyarakat memilih KPR syariah

Kesempatan bank syariah mencuri nasabah KPR juga didukung oleh Customer Sentiment Study H2 2021 yang dirilis oleh Rumah.com. Data menunjukkan sebanyak 35 persen responden memilih bank syariah untuk membiayai kepemilikan rumah dan 29 persen lainnya memilih KPR bank konvensional.

Adapun sisanya memilih angsuran langsung ke pengembang (17 persen), tunai (16 persen) dan KPR nonbank (2 persen). Alasan paling banyak memilih KPR syariah adalah jumlah cicilan yang tetap (74 persen). Angka ini berada di atas persoalan keyakinan agama, yang tercatat 70 persen. 

Adapun mengutip data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), per Maret 2022, pembiayaan rumah dari bank syariah senilai Rp103,24 triliun atau naik 11,99 persen yoy. Secara persentase, angka ini telah meningkat dibandingkan dengan periode pandemi Covid-19, tetapi belum kembali ke level sebelum pandemi. Pada periode yang sama KPR bank secara industri tumbuh 10,55 persen yoy, menjadi Rp556,09 triliun. Data industri mencatat pertumbuhan penyaluran KPR dalam tren positif seiring dengan pemulihan ekonomi akibat pandemi Covid-19. 

 

Share
Topics
Editorial Team
Desy Yuliastuti
pingit aria mutiara fajrin
Desy Yuliastuti
EditorDesy Yuliastuti
Follow Us