Baca artikel Fortune IDN lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Mengenal Hard Fork dan Soft Fork dalam Kripto: Arti & Tujuan

Konsep teknologi blockchain dengan rantai blok terenkripsi. Shutterstock/NicoElNino
Konsep teknologi blockchain dengan rantai blok terenkripsi. Shutterstock/NicoElNino

Jakarta, FORTUNE – Meski kurang populer, istilah Hard Fork dan Soft Fork sebaiknya juga menjadi perhatian investor aset kripto. Kedua istilah tersebut mewakili perkembangan jaringan blockchain pada aset kripto tertentu.

Aset kripto termasuk Bitcoin memiliki karakteristik terbuka atau open-source. Dalam arti lain, pengembangan perangkat lunak di dalamnya dijalankan oleh banyak orang secara terbuka di seluruh dunia, dan bukan hanya suatu tim pengembang dalam satu perusahaan saja.

Maka, untuk memperbarui aplikasi terdesentralisasi seperti kripto, developer akan membuat salinan program pada aplikasi tersebut, serta memodifikasi kode di baliknya, Nantinya, program tersebut akan menjadi versi baru yang dapat diunduh oleh pengguna internet.

Meski demikian, pengguna program versi lama dalam kripto masih tersedia untuk diunduh. Dalam praktiknya, pengguna dapat memilih versi program baru atau lama. Percabangan program ini disebut sebagai fork, demikian laman Pintu.

Fork terdiri dari dua tipe, yakni Hard Fork dan Soft Fork. Hard Fork merujuk pada perubahan perangkat lunak yang tidak kompatibel dengan versi lamanya. Sedangkan, soft fork merupakan pembaruan perangkat lunak yang masih kompatibel, serta masih dapat berkomunikasi dengan versi lamanya.

Pengertian hard fork

Ilustrasi Ethereum/Pixabay
Ilustrasi Ethereum/Pixabay

Menurut laman Coinvestasi, hard fork adalah perubahan protokol blockchain yang menyebabkan perbedaan antara jaringan versi lama dan baru, termasuk perubahan data.

Artinya node—yang merupakan bagian dalam jaringan—tidak dapat melakukan pembaruan ke versi baru, takkan memproses transaksi, serta tidak mendorong blok baru ke blockchain, sebagaimana dikutip dari situs web Indodax.

Hard fork digunakan untuk mengubah atau meningkatkan protokol jaringan yang ada, atau bahkan untuk membuat protokol dan blockchain baru yang independen. Ini bisa dianggap sebagai peristiwa yang terjadi ketika pengembang sepakat untuk menerapkan fitur atau perubahan baru pada sistem aset kripto tertentu.

Contoh aset kripto yang pernah melakukan hard fork adalah Ethereum, yang kemudian menghasilkan Ethereum dan Ethereum Classic. Keduanya telah berada pada jaringan kode server yang berbeda. Dengan begitu, pengguna tidak dapat mengirim Ethereum ke jaringan Ethereum Classic, dan sebaliknya.

Selain itu, jika pengguna memiliki sejumlah Ethereum ketika proses hard fork terjadi, maka mereka akan memiliki dua jenis koin, yaitu Ethereum dan Ethereum Classic.

Pengertian soft fork

Ilustrasi Bitcoin fisik. (Shutterstock/Kitti Suwanekkasit)
Ilustrasi Bitcoin fisik. (Shutterstock/Kitti Suwanekkasit)

Sementark, soft fork adalah perubahan dalam protokol aset kripto yang mengikuti sistem baru, tapi masih tetap mengikuti sistem terdahulunya selama tidak melanggar aturan protokol baru.  

Dalam soft fork, perubahan pada jaringan tidak berlawanan dengan protokol lama sehingga dapat berjalan secara paralel. Dalam prosesnya, penambang yang belum memperbarui perangkatnya masih dapat menjalankan program yang sama, dan tidak ada percabangan menjadi dua blockchain yang berbeda.

Jenis fork ini hanya membutuhkan sebagian besar penambang yang meningkatkan protokol dalam jaringan untuk menegakkan aturan baru, demikian situs web Indodax. Di sisi lain, Soft fork dapat dianggap sebagai mekanisme peningkatan jaringan bertahap, yang akan memberikan insentif bagi penambang yang ingin memperbarui sistemnya.

Soft fork pernah terjadi pada Bitcoin, yakni SegWit dan non-SegWit. Kedua perangkat lunak tersebut sama-sama menggunakan jaringan Bitcoin.

Share
Topics
Editorial Team
Bonardo Maulana
Luky Maulana Firmansyah
Bonardo Maulana
EditorBonardo Maulana
Follow Us