Baca artikel Fortune IDN lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Aktivitas Manufaktur Indonesia Bulan Ini Terdesak ke Zona Kontraksi

Ilustrasi keamanan di industri manufaktur.
Ilustrasi keamanan di industri manufaktur. (Pixabay/Trapezemike)
Intinya sih...
  • Aktivitas manufaktur Indonesia turun tajam pada April 2025, mencatat kontraksi pertama dalam lima bulan terakhir.
  • Koreksi tajam dalam volume produksi dan pesanan baru mendorong perusahaan melakukan efisiensi.
  • Pelaku industri tetap optimis terhadap kenaikan produksi dalam setahun ke depan.

Jakarta, FORTUNE - Sektor manufaktur Indonesia memulai kuartal kedua 2025 dengan catatan negatif. Aktivitas pada sektor ini mengalami penurunan signifikan pada April, menandai kontraksi pertama setelah lima bulan menunjukkan ekspansi. Data Purchasing Managers’ Index (PMI) yang dirilis S&P Global hari ini (2/5) menunjukkan indeks utama merosot tajam dari 52,4 pada Maret menjadi 46,7 pada April.

Angka 46,7 tidak hanya berada di bawah ambang batas 50,0 yang memisahkan ekspansi dari kontraksi, tetapi juga menjadi level terendah yang dicatat sejak Agustus 2021. Hal ini mengindikasikan melemahnya kesehatan sektor manufaktur secara keseluruhan.

Penurunan ini didorong oleh koreksi tajam pada volume produksi dan pesanan baru. Kondisi tersebut memaksa banyak perusahaan mengaktifkan mode efisiensi, memangkas aktivitas pembelian input serta menahan ekspansi tenaga kerja guna menjaga stabilitas operasional di tengah lesunya permintaan pasar.

Ekonom di S&P Global Market Intelligence, Usamah Bhatti, mengomentari kondisi ini.

“Sektor manufaktur Indonesia memulai kuartal kedua 2025 dengan catatan negatif, mencatat kontraksi untuk pertama kalinya dalam lima bulan. Ini terjadi seiring penurunan tajam dalam penjualan dan output,” ujarnya dalam keterangan pers yang dikutip Jumat (2/5).

Ia menambahkan, penurunan PMI April menandakan kemerosotan kondisi bisnis paling parah sejak lebih dari tiga tahun terakhir.

Tekanan eksternal dan strategi bertahan

Kondisi perekonomian global juga turut memberi tekanan. Penguatan dolar AS menyebabkan kenaikan harga barang impor, meningkatkan beban biaya produksi bagi pelaku usaha. Untuk menjaga margin, mereka terpaksa menaikkan tarif secara lebih agresif.

Alih-alih menambah persediaan, banyak perusahaan memilih memanfaatkan stok input dan barang jadi yang sudah ada untuk menyelesaikan produksi dan memenuhi pesanan yang tersisa. Strategi ini menunjukkan upaya adaptasi industri menghadapi situasi pasar yang tidak pasti.

“Perkiraan jangka pendek masih suram karena perusahaan mengalihkan kapasitas untuk menyelesaikan pekerjaan tertunda akibat minimnya penjualan. Kondisi ini kemungkinan akan bertahan dalam beberapa bulan ke depan,” kata Bhatti.

Kendati tren saat ini menurun, sebagian pelaku industri manufaktur tetap menaruh harapan pada masa depan. Optimisme terhadap kenaikan produksi dalam setahun ke depan masih ada, meskipun turun ke level terendah dalam tiga bulan terakhir dan berada di bawah rata-rata jangka panjang.

 “Perusahaan masih percaya bahwa permintaan akan pulih seiring perbaikan kondisi ekonomi dan daya beli konsumen. Namun ketidakpastian soal waktu pemulihan membuat ekspektasi mereka lebih berhati-hati,” ujar Bhatti.

Di tengah berbagai tantangan yang menekan sektor ini, terdapat sedikit kabar baik dari sisi rantai pasok. Tekanan terhadap pemasok mengalami penurunan karena kapasitas produksi yang melesu mengurangi permintaan pasokan. Waktu pengiriman barang pun membaik, mencatat peningkatan rata-rata untuk pertama kalinya sejak November 2024, meski peningkatannya terbilang kecil.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Bonardo Maulana
EditorBonardo Maulana
Follow Us