Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel Fortune IDN lainnya di IDN App
Menara Astra.
Menara Astra. (dok. Astra)

Intinya sih...

  • Astra International menilai TKDN sebagai fondasi penting dalam mendorong industrialisasi Indonesia.

  • Direktur Astra, Henry Tanoto, menyatakan lebih dari 90 persen produk Astra merupakan hasil industri dalam negeri.

  • Pemerintah merelaksasi kebijakan TKDN untuk mereformasi tata cara perhitungan agar sederhana, waktu singkat, dan berbiaya murah.

Jakarta, FORTUNE - Langkah pemerintah merelaksasi kebijakan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) pada industri manufaktur, termasuk sektor otomotif, menuai respons dari berbagai pelaku industri, salah satunya Grup Astra. PT Astra International Tbk. (ASII) secara tegas menilai bahwa TKDN selama ini telah menjadi fondasi vital yang membangun kemandirian dan mendorong industrialisasi Indonesia.

Presiden Direktur Astra, Djony Bunarto Tjondro, secara lugas menyatakan kebijakan TKDN sejatinya lahir dari semangat kuat membangun kemandirian industri nasional. Ia mengingatkan kembali sejarahnya sejak era 1970-an, ketika pemerintah mengusung semangat substitusi impor agar Indonesia tidak sekadar menjadi pasar, melainkan negara produsen yang mampu menciptakan lapangan kerja.

"Kalau saya bicara sejarah, TKDN itu berangkat dari kekhawatiran kalau tidak ada substitusi impor, negara ini hanya akan menjadi negara pasar, dan employment tidak akan terbangun,” ujar Djony saat konferensi pers di Menara Astra, Jakarta, Kamis (8/5).

Menurutnya, TKDN telah memaksa investor membangun fasilitas produksi di dalam negeri, menghasilkan dampak nyata berupa mengalirnya investasi, tumbuhnya usaha kecil dan mikro sebagai bagian dari rantai pasok, serta terciptanya lapangan kerja.

“TKDN itu justru menjadi nukleus atau inti dari industrialisasi. Dari situ, kita bisa dapat employment, devisa ekspor, dan masyarakat kita makin paham soal industri,” kata dia.

Meski demikian, Djony menegaskan Grup Astra akan menghormati dan mengikuti keputusan apa pun yang kelak diambil oleh pemerintah terkait reformasi TKDN. Namun, ia mengingatkan semangat di balik kebijakan TKDN adalah sebuah kebijaksanaan jangka panjang yang telah terbukti membawa manfaat besar bagi perekonomian nasional selama lebih dari empat dekade.

Sikap senada disampaikan oleh Direktur Astra, Henry Tanoto. Ia mengatakan Grup Astra memiliki komitmen kuat terhadap produksi lokal; bahkan saat ini lebih dari 90 persen produk Astra merupakan hasil dari industri dalam negeri.

"Ini memberikan banyak manfaat—baik dari sisi pembangunan industri, penciptaan lapangan kerja, hingga memperkuat supply chain,” ujar Henry.

Menurutnya, keberhasilan Indonesia menarik investasi baru pada sektor otomotif dalam beberapa tahun terakhir merupakan bukti nyata dari kekuatan ekosistem industri yang telah dibangun melalui kebijakan TKDN.

"Hal ini juga membuktikan bahwa industri kita makin kompetitif. Harapannya, semangat membangun industri lokal bisa terus dijalankan,” katanya.

Komitmen Astra terhadap TKDN tecermin pada produk-produk otomotifnya. Diketahui TKDN mobil Toyota yang diproduksi oleh PT Toyota-Astra Motor (TAM) secara umum berada di atas 80 persen, mencakup model populer seperti Toyota Kijang Innova Zenix, Toyota Yaris Cross, dan Avanza.

Sementara itu, untuk motor Honda yang diproduksi PT Astra Honda Motor (AHM), tingkat TKDN biasanya di atas 50 persen, dengan contoh spesifik seperti Honda BeAT (Sporty) CBS yang mencapai 54,99 persen dan Honda BeAT Deluxe 53,30 persen.

Pemerintah saat ini tengah mengupayakan reformasi kebijakan TKDN, khususnya terkait tata cara perhitungan agar lebih sederhana, cepat, dan berbiaya rendah. Langkah ini diklaim bertujuan untuk mendorong semakin banyak produk industri dalam negeri bersertifikat TKDN dan mempermudah pembeliannya oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, BUMN, dan BUMD.

Reformasi TKDN ini sejalan dengan terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 46 Tahun 2025 oleh Presiden Prabowo Subianto, yang merupakan revisi kedua atas Perpres Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah.

Dalam Perpres terbaru ini, muncul ayat baru pada pasal 66 yang mengatur urutan prioritas belanja pemerintah dan BUMN/BUMD. Intinya, pemerintah kini bisa langsung membeli produk impor apabila industri dalam negeri belum mampu menyediakan produk dengan penjumlahan skor TKDN dan Bobot Manfaat Perusahaan (BMP) di atas 40 persen.

Langkah ini menimbulkan kekhawatiran di kalangan pelaku industri akan berkurangnya insentif bagi investor untuk menanamkan modal di dalam negeri dan membangun kapasitas produksi lokal secara mendalam.

Editorial Team