Baca artikel Fortune IDN lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Temui Prabowo, Bill Gates Ingatkan Kunci Masa Depan Nuklir

antarafoto-presiden-prabowo-bertemu-dengan-bill-gates-1746596218.jpg
Presiden Prabowo Subianto (kanan) bersama Pendiri Microsoft dan tokoh filantropi dunia Bill Gates (kiri) didampingi Mensesneg Prasetyo Hadi (kedua kiri) dan Seskab Teddy Indra Wijaya (kedua kanan) melakukan pertemuan dengan para pengusaha di Istana Merdeka, Jakarta, Senin (5/5). ANTARA FOTO/Galih Pradipta/rwa.
Intinya sih...
  • Bill Gates menyatakan masa depan energi nuklir bergantung pada biaya dan keselamatan.
  • Gates menjelaskan latar belakang TerraPower dalam mengembangkan teknologi energi nuklir generasi keempat yang lebih aman dan murah.
  • TerraPower berambisi merealisasikan reaktor pertama pada 2030.

Jakarta, FORTUNE - Tokoh teknologi dan filantropi global, Bill Gates, membagikan pandangannya mengenai masa depan energi nuklir kepada pemerintah Indonesia saat bertemu Presiden Prabowo Subianto dan jajaran terkait di Istana Kepresidenan Jakarta, Rabu (7/5). Gates menekankan pengembangan pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN), termasuk teknologi small modular reactor (SMR), akan sangat bergantung pada dua faktor esensial: biaya dan keselamatan.

Indonesia memang tengah menyusun langkah menuju masa depan energi bersih dengan mempertimbangkan pengembangan PLTN, termasuk adopsi teknologi SMR.

Dalam pertemuan tersebut, Utusan Khusus Presiden untuk Iklim dan Energi, Hashim Djojohadikusumo, secara langsung menanyakan pandangan Bill Gates mengenai SMR, mengingat rekam jejaknya dalam berinvestasi pada sektor energi nuklir dan terbarukan. Hashim menyampaikan Indonesia kini tengah memulai program nuklir yang ambisius.

“Saya tahu anda telah berinvestasi banyak dalam proyek energi nuklir di Wyoming (Amerika Serikat), dan saya ingin tahu lebih banyak tentang pandangan Anda terhadap SMR,” kata Hashim dalam kesempatan tersebut.

Hashim juga sempat menyatakan ketertarikannya terhadap solusi berbasis alam seperti reboisasi dan pelestarian satwa liar, yang dinilainya penting bagi pendekatan Indonesia terhadap isu perubahan iklim.

Menanggapi pertanyaan Hashim, Bill, Komisaris Utama TerraPower, menjelaskan latar belakangnya dalam mengembangkan teknologi energi nuklir generasi baru melalui TerraPower. Dia mengungkapkan sejak mendirikan perusahaan tersebut pada 2006, fokusnya adalah mengembangkan reaktor generasi keempat dengan sistem pendingin berbeda dari reaktor konvensional. Teknologi ini, katanya, dirancang agar lebih aman dan jauh lebih murah dibandingkan dengan desain yang telah ada.

“Reaktor saat ini menggunakan pendingin air dan beroperasi di bawah tekanan tinggi, yang membuatnya sangat kompleks dan mahal. Sehingga kami mencoba membuat desain yang jauh lebih sederhana dan lebih hemat biaya. Reaktor pertama kami kini tengah dibangun di Amerika Serikat,” ujarnya, merujuk pada pembangunan reaktor TerraPower di dekat fasilitas batu bara non-aktif di Kemmerer, Wyoming.

Dia juga menceritakan perjalanan bisnis TerraPower yang sempat menggandeng mitra di Cina sebelum beralih ke kemitraan dengan perusahaan-perusahaan besar Korea Selatan seperti Hyundai dan SK, menyusul ketegangan geopolitik dengan pemerintah AS.

Target TerraPower cukup ambisius: merealisasikan operasionalisasi reaktor pertama pada 2030 dan menargetkan pembangunan hingga 30 gigawatt (GW) kapasitas listrik tenaga nuklir selama dekade tersebut.

Bill mencatat beberapa negara, termasuk Jepang, Korea Selatan, Prancis, dan Inggris, kini menunjukkan minat kembali terhadap energi nuklir, tetapi masih terkendala mahalnya biaya pembangunan.

Oleh karena itu, dia menegaskan kembali pesan utamanya: pembuktian bahwa desain reaktor nuklir generasi baru benar-benar aman dan murah menjadi kunci agar energi nuklir bisa diterima lebih luas, terutama oleh negara-negara berkembang.

“Kita harus membuktikan desain baru ini aman dan murah. Jika kita bisa menunjukkan itu, negara-negara berkembang akan jauh lebih percaya diri untuk mengadopsi energi nuklir sebagai solusi transisi energi,” ujarnya.

Pernyataan Bill Gates menjadi masukan strategis yang relevan bagi Indonesia, yang tengah mengejar ambisi besar pada sektor energi bersih.

Dengan Produk Domestik Bruto (PDB) yang terus tumbuh dan kebutuhan energi yang meningkat, Indonesia dihadapkan pada tantangan ganda: menyediakan sumber listrik yang ramah lingkungan sekaligus terjangkau bagi masyarakat.

Di sinilah teknologi seperti SMR berpotensi menjadi game-changer, tapi keberhasilannya bergantung pada kemampuan membuktikan bahwa teknologi ini benar-benar efisien secara ekonomi dan aman secara teknis.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Bonardo Maulana
EditorBonardo Maulana
Follow Us