Potensi Besar Produk Asuransi Tanggung Gugat

- Asuransi tanggung gugat memberikan perlindungan bagi badan usaha dan tenaga profesional dari risiko hukum, serta memberikan manfaat berupa tanggungan atas kerugian material dari gugatan pihak ketiga.
- Produk asuransi tanggung gugat masih tumbuh 23% di 2023, cocok untuk sektor penerbangan, konstruksi, dan manufaktur dengan besaran premi tergantung pada besar bisnis yang dicover.
- Potensi pasar asuransi tanggung gugat secara global diperkirakan mencapai US$324 miliar pada akhir 2024, namun nilai premi di Indonesia baru mencapai Rp1,56 triliun hingga kuartal-I 2024.
Jakarta, FORTUNE - Namanya mungkin tak familier di telinga awam, namun asuransi tanggung gugat menyimpan potensi bisnis yang besar. Produk liability insurance atau tanggung gugat ini bisa memberikan perlindungan bagi badan usaha hingga tenaga profesional dari risiko hukum.
Kapal MV Soul of Luck panjangnya 168,05 meter; 30 meter lebih panjang dari Monas jika direbahkan. Sekarang, bayangkan kapal berbobot 16.915 ton itu menabrak crane. Peristiwa itu terjadi di Pelabuhan Tanjung Emas, Semarang, pada 14 Juli 2019. Seorang operator crane terluka, sementara kru kapal dan petugas lainnya panik dan lari berhamburan. Meski tak menimbulkan korban jiwa, insiden itu mengganggu bongkar muat pelabuhan.
Manajemen PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) III—kini bagian dari Holding Pelindo—selaku operator pelabuhan pun pusing tujuh keliling. Bukan hanya karena video kecelakaan tersebut menjadi viral, tetapi kerugian operasional akibat terhentinya aktivitas bongkar muat ditaksir mencapai Rp60 miliar.
Beruntung, saat itu Pelindo III telah mengasuransikan aset tetap dan aset tak berwujudnya terhadap risiko kebakaran dan insiden lainnya, termasuk perlindungan tambahan melalui produk tanggung gugat. Proteksi itu dilakukan melalui enam perusahaan asuransi dengan total nilai pertanggungan sebesar Rp13,09 miliar dan US$1,031 juta pada 2018 dan 2019.
Meski insiden MV. Soul of Luck tak berujung gugatan, beban kerugian Pelindo III dapat diringankan dengan sejumlah manfaat asuransi. Salah satu perusahaan penanggungnya adalah PT Asuransi Kredit Indonesia (Persero) atau Askrindo, yang telah menjalin kerja sama dengan Pelindo sejak 2017.
Direktur Utama Askrindo, Fankar Umran, menyebut runtuhnya crane akibat tertabrak kapal di Pelabuhan Tanjung Emas hanya satu dari sekian banyak insiden yang bisa di-cover asuransi tanggung gugat alias liability insurance. Produk ini memberikan manfaat berupa tanggungan atas kerugian material dari sejumlah gugatan dari pihak ketiga.
Manfaat lain dari produk ini adalah ganti rugi atas biaya-biaya yang dikeluarkan dengan tambahan premi berupa: penggantian biaya perkara, biaya pendampingan pengadilan, tuntutan atas kehilangan keuntungan, serta tuntutan atas kerugian keuangan.
Ia menyebut, pelabuhan sejatinya rawan kecelakaan seiring tingginya lalu lintas orang maupun barang. Apalagi, selain karena faktor human error; faktor teknis hingga cuaca buruk juga bisa menyebabkan kecelakaan. Dan saat insiden itu terjadi, korban bisa saja menuntut kerugian yang dideritanya.
“Tuntutan itu akan menyebabkan [operator] berperkara. Jadi, dari pada berperkara panjang, bertele-tele, bayar saja kerugian materil korban dari asuransi [tanggung gugat],” kata Fankar kepada Fortune Indonesia saat ditemui di Graha Askrindo Jakarta beberapa waktu lalu.
Produk tanggung gugat Askrindo masih tumbuh 23% di 2023

Di luar sektor pelabuhan, produk ini juga tepat guna bagi industri dengan karakteristik serupa seperti sektor penerbangan, konstruksi, dan manufaktur. Untuk besaran premi yang dibayarkan pelaku usaha, lanjut Fankar, penetapannya tergantung dari besaran bisnis yang akan di-cover beserta risikonya. Semakin tinggi risiko bisnis, tentu pembayaran preminya semakin tinggi.
Fankar mengakui bahwa penetrasi asuransi tanggung gugat di Indonesia masih terbilang minim. Di Askrindo saja, porsinya hanya sekitar lima persen dari total pendapatan premi. Namun, asuransi tanggung gugat mengalami pertumbuhan paling signifikan—bahkan di atas rata-rata pertumbuhan industri asuransi yang di kisaran 11 persen.
“Khusus liability insurance di Askrindo, tumbuhnya 23 persen di 2023. Artinya orang semakin sadar kalau asuransi ini penting,” kata Fankar.
Menurutnya, ruang tumbuh dari produk ini kedepannya masih sangat besar seiring membaiknya inklusi keuangan masyarakat. Sementara, saat ini inklusi asuransi di Indonesia masih berada di angka 16,63 persen. Bahkan, untuk produk yang spesifik seperti asuransi tanggung gugat, belum semua kalangan pelaku usaha terpapar informasinya.
Berdasarkan data dari Statista, pasar asuransi tanggung gugat secara global diperkirakan mencapai US$324 miliar atau sekitar Rp5.211 triliun secara premi bruto pada akhir 2024. Bahkan, riset lain dari Acumen menyatakan bahwa pendapatan premi asuransi tanggung gugat secara global bisa mencapai US$418 miliar pada 2030 dengan rata-rata pertumbuhan atau CAGR sebesar 5,9 persen dari 2022 hingga 2030. Dari potensi tersebut, negara yang telah gencar memanfaatkan potensi dari produk tanggung gugat ialah Amerika Utara dengan nilai premi mencapai lebih dari US$90 miliar pada 2021.
Di sisi lain, berdasarkan data Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI), hingga kuartal-I 2024 nilai premi dari asuransi tanggung gugat di Indonesia baru mencapai Rp1,56 triliun. Porsi dari nilai premi tersebut hanya sebesar 4,8 persen dibandingkan nilai total premi asuransi umum nasional yang mencapai Rp32,7 triliun.
“Banyak perusahaan yang terekspos risiko tanggung jawab hukum, sehingga mereka mestinya perlu asuransi ini. Dari sisi perusahaan asuransi, produk ini punya potensi bertumbuh yang besar,” kata Fankar.