Baca artikel Fortune IDN lainnya di IDN App
For
You

Wawancara Matthew Setiawan: Co-Founder SBG Tech & Gen 3 Grup Mayapada

SKN4458(1).jpg
Chief AI Officer dan Co-Founder SBG Technologies, Matthew Setiawan. (Dok. SBG Technologies)

Jakarta, FORTUNE - Matthew Setiawan, generasi ketiga Grup Mayapada, memiliki keahlian menonjol dalam ilmu matematika dan komputer. Atas dasar itu pula ia memutuskan merintis Sobat Bisnis Group (SBG), perusahaan teknologi dengan solusi digital hulu ke hilir.

SBG didirikan pada 2019 dengan nama Sobatbisnis. Awalnya, bisnis perusahaan itu hanya mengembangkan aplikasi kustom. Matthew, yang saat itu masih remaja, sudah mulai melibatkan diri dalam operasional kecil-kecilan perusahaan. Grup Mayapada, yang mencakup bisnis kesehatan, perbankan, hingga ritel, menjadi pengadopsi pertama layanan mereka.

"Sejak dulu, salah satu hal yang ingin saya lakukan adalah mendigitalisasi perusahaan-perusahaan tersebut agar operasionalnya lebih efisien," kata Co-Founder SBG itu kepada Fortune Indonesia, dikutip Senin (15/12). "Sebab sejak kecil, saya selalu unggul dalam matematika dan ilmu komputer."

Kini, skala bisnis SBG pun mulai bertumbuh. Dari sisi SDM, misalnya, jumlah karyawan perusahaan telah meningkat lebih dari 6 kali lipat pada 2024, dibandingkan pada periode 2019 hingga 2023.

Seiring dengan perkembangan itu, mereka memperluas basis kliennya. Jika awalnya SBG hanya berperan sebagai penyokong layanan teknologi informasi Mayapada, kini mereka juga memiliki klien di luar grup tersebut.

"Kami berpikir, layanan keuangan, kesehatan, dan ritel itu sangat umum [sehingga] kami dapat memperluas [jangkauan] ke perusahaan lain," ujarnya. "Karena itulah, sekitar 2022-2023, kami mulai melayani klien eksternal."

Fokus SBG adalah perusahaan di sektor keuangan dan kesehatan. Namun, mereka juga terbuka untuk berkolaborasi dengan perusahaan dari sektor lainnya. Sejauh ini, solusi bisnis SBG telah digunakan klien dari sektor keuangan, kesehatan, ritel, properti, dan media.

Layanan SBG sendiri ada 4: archiera (tech house), The Cherry-Hause (kreatif), NEXION (artificial intelligence/AI), dan stavie (human resources). Secara kuantitas, layanan SBG diklaim telah membantu meningkatkan pertumbuhan pendapatan klien hingga 400 persen, waktu peluncuran yang 4 kali lebih cepat, serta mengurangi biaya cloud hingga 62 persen.

Ekspansi produk: berkolaborasi dengan Synvo AI dari NTU AI Labs

20251212_101951.jpg
Konferensi pers kemitraan strategis SBG Technologies dan Synvo AI, Jumat (12/12).

Lulusan Beng Electrical Engineering & Computer Science, Imperial College London baru sepenuhnya bergabung dengan SBG pada 2024. Kala itu, SBG memutuskan membentuk tim yang berkonsentrasi pada bidang AI (artificial intellegence). Matthew pun dipercaya memimpin tim itu sebagai Chief AI Officer.

Strategi tersebut lahir dari tantangan adopsi AI di kalangan perusahaan Indonesia. Penyebabnya beragam. Beberapa di antaranya: data yang terfragmentasi, ukuran tim terbatas, kurangnya pengalaman. Akibatnya, proyek AI seringkali terhenti di fase uji coba.

"Peran kami adalah membantu menjembatani kesenjangan itu. Kami bermitra langsung dengan perusahaan dalam mengintegrasikan pasar AI mereka ke sisi operasional," katanya. "Bukan hanya sebagai alat eksperimental, tapi sebagai sistem yang mendukung dan menghasilkan keputusan bisnis yang lebih baik."

Dalam hal ini, entitas SBG (SBG Technologies) menggandeng Synvo AI, perusahaan deep tech yang lahir dari program NTU (Nanyang Technological University) AI Labs. Saat ini, Synvo AI fokus pada pengembangan multimodel untuk solusi AI. Mereka memiliki 3 kapabilitas utama, yakni: Persistent Memory, Contextual Intelligence, dan On-Device Execution.

Kolaborasi antara SBG Technologies dan Synvo AI tidak lahir dalam semalam. Ketika SBG memutuskan untuk fokus mengimplementasikan solusi AI dalam layanan mereka, Matthew dan tim mulai mendata siapa saja yang berpotensi menjadi partner mereka.

Dalam perjalanan mencari partner itu, Matthew mendapat bantuan referensi NTU President, Ho Teck Hua. "Saya mengontaknya, lalu ia menyarankan [untuk berkerja sama dengan] tim Synvo AI," katanya.

CEO & Founder Synvo AI, Saim Yeong Harng, mengatakan, kemitraan mereka dimulai pada Juli 2025. Setelah pertemuan pertama, kedua pihak secara rutin menetapkan target perkembangan kolaborasi sekali dalam seminggu.

Sekitar 5 bulan setelahnya, SBG Technologies dan Synvo AI menandatangani Nota Kesepahaman (MoU) kolaborasi itu di Jakarta (12/12). Tujuannya, mempercepat adopsi AI untuk bisnis multisektor.

Kapabilitas AI milik Synvo AI akan diintegrasi ke solusi SBG Technologies. Keduanya pun berpeluang mengembangkan solusi teknologi bisnis terbaru di masa depan, melakukan program uji coba, sampai mengeksplorasi potensi bisnis baru bersama-sama. "Kami memulai program pilot di bidang ritel," kata Saim Yeong Harng kepada Fortune Indonesia.

Sebagai konteks, Synvo AI mendukung program itu dengan kapabilitas pemrosesan video. Data-data dari rekaman CCTV ritel itu akan diproses ke dalam mesin analitis video LLM.

Dari sana, akan ada banyak insight yang bisa dimanfaatkan oleh pemilik bisnis. Itu bermanfaat untuk menjawab berbagai pertanyaan seperti: apakah ada inefisiensi dari segi rantai pasok? Apakah outlet beroperasi secara efektif dalam 2 jam terakhir?

"Fokusnya lebih pada memproses video dan kemampuan solusi AI kami untuk memahami, lalu menampilkan ringkasan informasinya setiap 30 detik dengan mendeteksi skenario yang terjadi," kata Saim Yeong Harng.

Setelah itu, bagaimana? Pada awal 2026, SBG Technologies menargetkan untuk menguji coba solusi tersebut di beberapa outlet milik peritel WH Smith. Gerai di bandara Bali akan masuk dalam tahap pertama uji coba.

Di luar itu, kedua perusahaan pun akan mencoba menerapkan solusi file management system dengan Paragon. Pada dasarnya, ada 2 proyek utama di dalam program dengan Paragon itu: customer sentiment analysis dan demand prediction models.

"Tapi ini masih terfragmentasi. Rencana dengan Paragon sebenarnya lebih jauh lebih besar. Kami ingin membuat satu 'otak' yang memiliki akses ke segalanya, [data dan] insight perusahaan," katanya.

Tujuannya, membuat operasional perusahaan-perusahaan itu lebih efisien. Dengan menggunakan solusi AI bisnis tersebut, SBG memproyeksi kliennya dapat mengurangi biaya operasional di kisaran 10-20 persen. Tak hanya itu, pendapatan pun berpeluang bertumbuh lebih dari 30 persen.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Pingit Aria
EditorPingit Aria
Follow Us

Latest in Business

See More

Bisnis Kurir Jadi Alternatif Usaha Baru bagi Generasi Muda

15 Des 2025, 15:35 WIBBusiness