Banyak Pihak Mendorong Penerapan Pajak Karbon di Indonesia

Jakarta, FORTUNE – Pemerintah saat ini sedang mereformasi sistem perpajakan di Indonesia melalui revisi UU No.6/1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata cara Perpajakan (UU KUP) sebagai instrumen penerapan pajak karbon di Indonesia. Salah satu poin yang terdapat dalam RUU KUP ini adalah penerapan Pajak Karbon.
Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara menegaskan rencana pengenaan pajak karbon tak hanya untuk menambah penerimaan, tetapi juga untuk pelestarian lingkungan. "(Pajak karbon) lebih dari sekadar penerimaan negara karena ini adalah perspektif baru," katanya dalam dalam panel IPA Convention and Exhibition 2021, melalui live Youtube, Rabu (1/9).
Menurutnya, pajak karbon akan menjadi bukti keseriusan pemerintah dalam mengelola lingkungan secara lebih berkelanjutan. Bila tidak ada hambatan dalam pembahasan bersama DPR RI, maka mulai tahun depan pajak karbon akan direalisasikan dalam rangka mengendalikan emisi karbon.
Seperti diketahui, kata Sri Mulyani, Indonesia sudah meratifikasi Paris Agreement dengan mencapai target nasional penurunan 29 persen karbon dioksida dengan kemampuan sendiri. “Dan penurunan CO2 emission 41 persen apabila dapat dukungan internasional pada tahun 2030 untuk tangani ancaman perubahan iklim,” ucapnya dalam rapat kerja bersama Komisi XI DPR, pada Jumat (13/9).
Menkeu usul tarif pajak karbon
Melanjutkan upaya reformasi sistem perpajakan di Indonesia, kaitannya dalam penerapan pajak karbon, Menteri Keuangan (Menkeu) RI, Sri Mulyani, mengusulkan tarif pajak karbon seharga Rp75 per kilogram karbon dioksida ekuivalen (CO2e). Usulan ini nantinya akan dimasukkan sebagai pasal baru.
"Pajak karbon ini akan bersinergi kuat dengan pembangunan pasar karbon dan akan memperkuat ketahanan perekonomian Indonesia dari ancaman risiko perubahan iklim," kata Sri Mulyani melalui saluran Youtube Komisi XI DPR RI, Senin (13/9).
Menurut Menkeu, pajak baru ini sejalan dengan keinginan Indonesia menerapkan ekonomi hijau. Untuk itu, pihaknya memastikan penerapan pajak karbon akan dilakukan secara bertahap dan menyelaraskannya dengan sektor-sektor yang dapat mendukung pemulihan ekonomi Indonesia di tengah pandemi.
"Implementasi pajak karbon menjadi sinyal atas perubahan behaviour dari pelaku usaha juga ditujukan untuk menuju ekonomi hijau yang makin kompetitif dan menciptakan sumber pembiayaan baru bagi pemerintah dalam rangka transformasi pembangunan yang berkelanjutan," ujar Sri.
Dorongan bagi pemerintah merealisasikan pajak karbon
Sejumlah dorongan pun muncul dari berbagai kalangan. Pendiri Prakarsa Jaringan cerdas Indonesia (PJCI), Eddie Widiono, mengemukakan bahwa pasar dunia saat ini sudah bergerak dalam pengembangan ekonomi rendah karbon. Bahkan, hal ini menjadi pertimbangan dalam hubungan perdagangan antar negara. Oleh karena itu, regulasi terkait nilai ekonomi karbon harus segera diwujudkan.
“Menunda penerapan nilai ekonomi karbon dengan tujuan menjaga daya saing Indonesia sebenarnya kontraproduktif dalam kerangka berpikir daya saing global saat ini,” ujar Eddie dalam podcast bertajuk Pro dan Kontra RUU KUP Pajak Karbon untuk Industri Indonesia, Jumat (10/9).
Sejalan dengan Eddie, Direktur Eksekutif Masyarakat Energi Terbarukan Indonesia (METI), Paul Butar Butar, juga menyebutkan bahwa penundaan pengenaan nilai ekonomi karbon seperti pajak karbon justru akan berdampak negatif pada daya saing industri Indonesia di pasar dunia.
“Penggunaan Energi Baru dan Terbarukan (EBT) di sektor ketenagalistrikan serta inisiatif rendah karbon yang digunakan di industri-industri lain merupakan contoh nyata pergerakan menuju ekonomi rendah karbon,” kata Paul di tayangan langsung di Youtube ID_Smartgrid.
Pemerintah diminta lebih informatif dan transparan menerapkan nilai ekonomi karbon
Pemerintah Indonesia juga dinilai kurang memberikan informasi pada dunia industri, terkait penerapan nilai ekonomi karbon ini. Untuk itu, pemerintah diimbau aktif dalam membangun jalur komunikasi yang lebih jelas dan transparan pada dunia industri tentang perihal nilai ekonomi karbon.
“Informasi dan penjelasan dari pemerintah mengenai mekanisme pajak karbon seperti sektor apa saja yang akan dikenakan pajak dan bagaimana cara perhitungan dasar pengenaan pajaknya memberikan ketidakpastian bagi dunia industri,” ujar Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif Institute for Essential Service Reform (IESR) pada Jumat (10/9).
Fabby sependapat bahwa penerapan pajak karbon cukup ideal untuk mengakselerasi penerapan nilai ekonomi karbon di Indonesia. “Pajak karbon dapat diterapkan misalnya pada sektor transportasi dimana setiap volume bahan bakar fosil yang dijual telah memperhitungkan pajak karbon atas emisi dari bahan bakar tersebut, sehingga perhitungan dan dasar pengenaan pajak karbon atas bahan bakar di sektor transportasi bisa menjadi lebih mudah dan lebih transparan,” katanya.