FINANCE

Alasan Bank Indonesia Belum Menerbitkan Mata Uang Digital

Perlu kesiapan infrastruktur pendukung hingga edukasi.

Alasan Bank Indonesia Belum Menerbitkan Mata Uang DigitalShutterstock/Mezario
27 August 2021
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE – Perkembangan mata uang digital kian pesat, tetapi hingga kini Bank Indonesia belum mengeluarkan mata uang digital. Direktur Eksekutif Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia Erwin Haryono menyampaikan, pihaknya tak akan buru-buru merilis mata uang digital karena berbagai alasan.

Padahal bank sentral di berbagai negara, seperti Bahama, Cina, dan Kamboja, mulai mengeluarkan mata uang digital yang dapat disimpan dalam ‘dompet digital’ di smartphone. Hal itu dianggap lebih praktis daripada penggunaan kartu kredit. Awal April lalu, bank sentral Jepang (BoJ) pun memulai percobaan tahap awal untuk melihat kelayakan penerbitan mata uang digital, menyusul upaya yang juga dilakukan oleh bank sentral di berbagai belahan dunia.

Berikut faktor yang melatarbelakangi bank sentral Tanah Air untuk tidak ikut ‘arus’ dari tren mata uang digital.

Berpotensi mengganggu sistem perbankan

Bank Indonesia belum mengeluarkan mata uang digital karena berisiko menghancurkan keseluruhan sistem perbankan yang telah ada di dalam negeri.

“Kalau sebuah bank sentral mengeluarkan CBDC (Central Bank Digital Currency) secara salah desain, dia akan menghancurkan semua bank,” kata Erwin dalam diskusi daring di Jakarta, pada Rabu (25/8).

Menurut Erwin, teknologi sebetulnya sudah memungkinkan Bank Indonesia mengeluarkan mata uang digital seperti cryptocurrency. Namun, apabila uang digital BI dapat dipergunakan langsung oleh masyarakat, perbankan komersial berpotensi tidak lagi dibutuhkan masyarakat.

“Sistem perbankan akan hancur,” katanya, menambahkan.

Meskipun demikian, tidak meneutup kemungkinan jika ke depan arus digitalisasi menguat, bank sentral akan menyesuaikan dengan mengeluarkan uang digital.

Saat ini, menurut Erwin, BI sedang memikirkan cara agar uang digital tersebut dapat relevan dan tidak menghancurkan keseluruhan sistem perbankan yang telah ada di Indonesia.

Perlunya revisi undang-undang

Mata uang digital tidak bisa diterbitkan begitu saja. BI menegaskan, bahwa berdasarkan Pasal 23 B UUD 1945 jo. Pasal 1 angka 1 dan angka 2, Pasal 2 ayat (1) serta Pasal 21 ayat (1) UU Mata Uang, Rupiah adalah satu-satunya alat pembayaran yang sah di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan setiap transaksi yang mempunyai tujuan pembayaran yang dilakukan di wilayah NKRI wajib menggunakan Rupiah.

Artinya, pemerintah harus terlebih dahulu merevisi Undang-Undang yang selama ini hanya mengakui penggunaan mata uang fisik dalam bentuk kertas atau koin.

Namun sebelum itu, menurut Erwin, setiap kementerian dan lembaga pemerintah perlu terlebih dahulu bersinergi membuat strategi nasional menghadapi digitalisasi.

Related Topics