Tren Cashless Melonjak, Dompet Digital Diprediksi Mendominasi di 2030

- Dompet digital semakin populer di Indonesia karena perubahan perilaku masyarakat yang lebih suka bertransaksi non-tunai.
- Pada tahun 2030, diproyeksikan hanya 25% masyarakat yang masih menggunakan uang tunai, mayoritas beralih ke e-wallet dengan pertumbuhan pengguna hingga 40% setiap tahun.
- Tantangan inklusi keuangan masih ada, terutama di pedesaan, namun kondisi ini menjadi peluang besar bagi industri dompet digital untuk terus berkembang.
Jakarta, FORTUNE - Penggunaan dompet digital di Indonesia terus menunjukkan tren positif seiring perubahan perilaku masyarakat yang makin terbiasa bertransaksi non-tunai.
Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Nailul Huda mengatakan perilaku masyarakat yang semakin sering mengandalkan metode cashless menjadi pemicu utama.Dengan adanya tren ini, ia pun memperkirakan pada 2030 hanya sekitar 25 persen masyarakat yang masih mengandalkan uang tunai, sementara mayoritas akan beralih ke metode cashless, terutama e-wallet.
"Termasuk untuk e-wallet ataupun kartu. Tapi kalau yang paling tinggi itu adalah e-wallet," ujarnya dalam Peluncuran Amartha Financial Group, Selasa (26/8).
Sejalan dengan itu, pengguna, e-wallet pun mengalami pertumbuhan signifikan hingga 40 persen secara tahunan (YoY). Angka tersebut jauh diatas pertumbuhan kartu kredit yang hanya sekitar 1,5 persen secara tahunan. Meski begitu, tantangan masih ada yakni sekitar 81 persen masyarakat Indonesia belum sepenuhnya memiliki akses ke layanan keuangan formal, terutama di wilayah pedesaan. Artinya, inklusi keuangan masih sangat rendah terutama di daerah. Data dari OJK menunjukkan tingkat inklusi masyarakat di perdesaan masih berada di bawah angka perkotaan
Menurut Huda, kondisi tersebut menjadi peluang besar bagi industri dompet digital untuk terus berkembang. Apalagi, e-wallet dinilai lebih mudah dijangkau masyarakat dibanding kartu kredit. Namun demikian, keberlangsungan dompet digital membutuhkan ekosistem yang kuat, dan tidak bisa berdiri sendri. Ia mencontohkan aplikasi gopay yang bisa bertahan karena ditopang oleh gojek, begitupun dompet digital Amartha bisa bertahan ditopang segmen pinjaman daring.
"Ekosistem yang menopang sangat penting. Sehingga, masih terbuka peluang banyak, memanfaatkan aplikasi tersebut," ujarnya.
Bank Indonesia mencatat per April 2025, volume transaksi uang elektronik mencapai 1,74 juta transaksi. Angka ini melonjak signifikan jika dibandingkan periode Maret 2025 yang sebesar 1,72 juta transaksi.