Perajin India, Aktor Belakang Layar Industri Fesyen Mewah Global

Jakarta, FORTUNE - India merupakan salah satu negara penghasil tekstil tertua di dunia. Negara Bollywood ini juga pengekspor tekstil dan pakaian jadi terbesar kedua dan pengekspor sulaman tangan terbesar di dunia.
Ekspor tekstil dari India diproyeksikan tumbuh dari US$44,4 miliar saat ini menjadi US$100 miliar dalam lima tahun ke depan. India mengekspor sebagian besar sulaman tangannya ke Prancis dan Italia.
Geliat tekstil di India juga menjadikan sektor ini penyedia lapangan kerja terbesar kedua di India, setelah pertanian. Sektor tekstil menyediakan lapangan kerja bagi sekitar 45 juta orang.
Pendiri dan CEO Luxe Analytics, Sheetal Jain, dalam Luxury Daily mengisahkan bahwa industri tekstil India mencerminkan sejarah dan warisan negara yang kaya sejak 2500 SM.
Penyulam India atau disebut sebagai karigars, dikenal sebagai yang terbaik di dunia.Pengrajin ini juga memamerkan budaya dan tradisi India lewat karya-karyanya.
“Mereka mewariskan pengetahuan dan teknik dari generasi ke generasi dan menenun kain artistik India. Mereka adalah tulang punggung industri mode India dan penjaga bentuk seni langka,” kata Sheetal Jain, mengutip Luxury Daily, Kamis (27/4).
Dia mengungkapkan, selama lebih dari tiga dekade, beberapa merek mewah global diam-diam mensubkontrakkan pekerjaan menyulam mereka ke karigar India. Akan tetapi, merek-merek ini tidak pernah memberikan penghargaan kepada pengrajin India, yang selalu berada di belakang layar.
Menyulam di balik layar
Koleksi Gucci Alessandro Michele, dihiasi dengan harimau dan kupu-kupu hingga tas pelana berhias Dior dan gaun Versace cetak hutan Jennifer Lopez, semuanya dibuat dengan tangan di India oleh pengrajin bertalenta terbaik negara itu.
Sebaliknya, hubungan dengan India tidak pernah disorot oleh merek-merek ini karena mereka menganggap hal itu dapat merendahkan ekuitas merek mereka karena persepsi India sebagai negara penghasil produk berkualitas rendah.
Sheetal juga mengungkapkan, alih-alih mengakui pengrajin India, justru mereka kehilangan gaji pokok dan kondisi kerja. Terlepas dari label harga yang lumayan untuk merek-merek mewah, kondisi pabrik-pabrik penghasil barang-barang mewah ini tidak lebih baik dari pabrik-pabrik yang memproduksi merek-merek fast-fashion.
“Meskipun rumah-rumah haute couture ini telah meningkatkan tanggung jawab sosial perusahaan mereka terhadap manusia dan planet, kenyataannya terlihat agak berbeda dan ironis dibandingkan dengan klaim mereka,” ucapnya.
Setelah bencana Rana Plaza di Bangladesh, ketika pengawasan rantai pasokan tumbuh, merek-merek mewah menjadi cemas tentang hubungan mereka dengan India dan memprakarsai 'pakta Utthan' pada tahun 2016 untuk mengangkat seni dan sulaman India serta memastikan keselamatan pengrajin yang bekerja di pabrik. Namun, implementasi dan hasil aktual jauh dari klaim yang dijanjikan.
Merek internasional besar yang menganggap India sebagai pasar dengan prioritas paling rendah sekarang sangat bullish di pasar India. Salah satu faktor utama yang mendorong perubahan ini adalah fakta bahwa India memiliki jumlah jutawan terbesar ketiga.