IHSG Berpotensi Lanjut Menguat, Tapi Waspada Profit Taking

Jakarta, FORTUNE - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berpeluang melanjutkan penguatan pada Jumat (21/3), selepas berhasil naik 1,11 persen di level 6.381,67 kemarin sore.
Analis Binaartha Sekuritas, Ivan Rosanova memperkirakan IHSG akan segera mengalami aksi profit taking di sekitar level 6.500. "Terlebih, jika IHSG gagal menembus di atas 6.557, maka IHSG berpotensi untuk mulai melanjutkan tren turun sebelumnya dengan menguji kembali support fraktal 5.996," demikian catatan Ivan dalam riset hariannya.
Adapun, level support IHSG berada di 6.307, 6.147, 5.996, dan 5.838. Sementara level resistennya di 6.445, 6.557, 6.663, dan 6.772. Indikator MACD menunjukkan kondisi netral.
Ivan memproyeksikan IHSG hari ini melaju di antara support 6.365 dan resisten 6.475. Daftar saham pilihannya adalah KLBF, MBMA, MEDC, PGAS, dan PTBA.
Di lain sisi, Phintraco Sekuritas (Phintas) memperkirakan IHSG hari ini bergerak di rentang support 6.270, pivot 6.370, dan resisten 6.460. Saham-saham pilihan tim Phintas adalah KLBF, JSMR, ASII, TAPG, dan RATU.
Head of Research Phintas, Valdy Kurniawan mengatakan, IHSG berpeluang melanjutkan minor bullish reversal dengan target berikutnya di rentang 6.450 sampai dengan 6.470. Secara teknikal, IHSG melampaui target rebound 6.370 pada Kamis (20/3).
"Bersamaan dengan rebound tersebut, terbentuk pola golden cross di oversold area pada indikator Stochastic RSI," jelas Valdy dalam risetnya.
Dari segi sentimen, pasar masih dalam fase normalisasi pasca heuristic bias yang terjadi pada Selasa (18/3). Sejumlah upaya peningkatan kepercayaan pasar telah dilakukan, baik oleh regulator maupun pemerintah. OJK mengumumkan "obat" berupa buyback tanpa RUPS. Sementara pemerintah berupaya memulihkan kepercayaan pasar melalui peluang pertemuan Presiden Prabowo dengan investor saham di Indonesia.
Meski demikian, risiko pullback pada IHSG masih membayangi di akhir pekan ini. Pasalnya, sentimen eksternal masih membayangi terutama dari risiko suku bunga tinggi. Kepala The Fed, Jerome Powell menyatakan bahwa perang tarif berpotensi menghambat laju penurunan inflasi di 2025. Kondisi ini membatasi ruang pemangkasan suku bunga acuan The Fed.