NEWS

INDEF: Bansos Bukan Solusi, Tapi Kebijakan Populis

Indef menyoroti baksos tak efektif turunkan kemiskinan.

INDEF: Bansos Bukan Solusi, Tapi Kebijakan PopulisProses penerimaan bansos. (ANTARA FOTO/Muhammad Bagus Khoiruans)
by
05 February 2024
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Direktur Program Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Esther Sri Astuti, menilai program bantuan sosial (Bansos) yang disalurkan pemerintah tidak efektif menurunkan kemiskinan.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), sepanjang 2012 sampai dengan 2023, angka kemiskinan hanya turun 2 persen. Sampai dengan Maret 2023, angka kemiskinan masih berada pada 9,23 persen dari total populasi Indonesia atau sekitar 25,9 juta penduduk.

“Saya berkesimpulan bansos bukan solusi untuk jangka panjang. Ini hanya menjadi kebijakan populis untuk menjaring pemilih lebih banyak,” kata dia dalam konferensi pers mengenai tanggapan debat calon presiden terakhir, Senin (5/2).

Dia juga menyoroti bahwa ketika berada dalam tahun politik, anggaran bansos mengalami peningkatan yang sangat signifikan.

Sebagai pembanding, pada 2009 semasa kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, anggaran bansos hanya Rp17 triliun, kemudian meningkat pada 2014 menjadi Rp78 triliun.

Anggaran bansos era Jokowi

Pada saat pergantian rezim ke masa pemerintahan Presiden Joko Widodo, jumlah bansos meningkat secara drastis. Untuk 2019 anggaran bansos mencapai Rp194 triliun, dan 2024 tembus sampai dengan Rp496 triliun.

“Seharusnya bansos digunakan sebagai social safety net, bukan untuk menjaring pemilih lebih banyak,” ujar Esther.

Dia pun melontarkan kritik terhadap penyaluran bansos pada era Presiden Jokowi yang terkesan tidak sistematis, sehingga tidak tepat sasaran.

“Harusnya bansos tidak dibagikan dengan mobil atau mengundang kerumunan. Itu harusnya dibagikan secara cash transfer aja. Zaman sudah canggih, masa membagikan bansos masih begini,” ujarnya.

Dengan pembagian bansos dalam bentuk sembako bukan tunai langsung, dia memandang akan muncul celah akan celah adanya tindak pidana korupsi, mulai dari pengadaan barang sampai dengan penyalurannya.

Penyesuaian anggaran Kementerian dan Lembaga

Anggaran bansos untuk 2024, memang mengalami penyesuaian dari sebelumnya Rp476 triliun menjadi Rp496 triliun.

Di tengah tanda tanya soal anggaran bansos itu, Kementerian Keuangan mengeluarkan surat edaran Nomor S-1082/MK.02/2023 pada 29 Desember 2023 yang bersifat sangat segera.

Surat bertajuk Automatic Adjustment Belanja Kementerian/Lembaga TA 2024 itu ditujukan ke semua menteri Kabinet Indonesia Maju, Jaksa Agung Republik Indonesia, Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, serta kepala lembaga pemerintahan nonkementerian/lembaga dan pimpinan kesekretariatan lembaga negara.

Isi surat itu menyatakan, sesuai arahan Presiden Jokowi, adanya kebijakan automatic adjusment atau mekanisme pencadangan belanja kementerian/lembaga (K/L) yang diblokir sementara pada pagu belanja K/L tahun anggaran 2024.

Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Informasi Kementerian Keuangan, Deni Surjantoro, mengonfimasi surat tersebut dengan mengatakan bahwa setiap K/L terkena pemotongan anggaran sesuai pos anggarannya masing-masing. Besarnya adalah 5 persen dari total pagu belanja.

Kondisi geopolitik global yang dinamis, kata Deni, berpotensi mempengaruhi perekonomian dunia, termasuk Indonesia. Oleh karena itu, perlu ada antisipasi potensi yang dapat terjadi pada 2024.

“Kebijakan ini salah satu metode untuk merespons dinamika global dan telah terbukti ampuh untuk menjaga ketahanan APBN, seperti pada 2022 dan 2023,” kata Deni dalam keterangannya, Jumat (2/2).

Kebijakan automatic adjustment belanja K/L tahun anggaran 2024 ditetapkan mencapai Rp50,14 triliun.

Related Topics