NEWS

Arifin Panigoro: Pebisnis dan Motor Penggerak Perubahan

Arifin Panigoro merintis usahanya sejak masih mahasiswa.

Arifin Panigoro: Pebisnis dan Motor Penggerak PerubahanPresiden Joko Widodo (kedua kanan) saat bertakziah ke rumah duka almarhum Arifin Panigoro di Cilandak Timur, Pasar Minggu. Dok: Biro Pers Sekretariat Presiden
08 March 2022
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Kepergian Arifin Panigoro, anggota Dewan Pertimbangan Presiden periode 2019-2024 sekaligus pendiri Medco Group, pada 27 Februari 2022 lalu mengungkit kembali memori yang membekas bagi orang-orang yang ditinggalkannya. 

Sosok yang sempat dijuluki sebagai "raja minyak Indonesia" itu memang bukan pengusaha biasa, melainkan juga aktivis, politikus hingga filantropis. Sumbangsihnya untuk kemajuan di berbagai bidang di Tanah Air membuatnya dikenal sebagai the movers and shakers atau tokoh pembawa perubahan. 

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, dalam unggahan akun pribadinya di Instagram menyebut Arifin sebagai sosok yang "selalu peduli untuk perbaikan negeri ini". 

Bagi Arifin, bisnis mungkin adalah obsesi hidupnya. Namun, orang yang pernah tercatat sebagai orang terkaya ke-9 di Indonesia versi Forbes pada 2006 ini meretas usaha lewat perjalanan panjang.

Langkah bisnisnya dimulai sejak masih berstatus mahasiswa Teknik Elektro ITB pada 1970-an. Saat itu ia mengasah diri dengan berdagang berbagai hal, mulai dari mesin percetakan, instalatur dan lain-lain. Pada 1971, Arifin menerima tawaran merancang dan mengawasi instalasi listrik Guest House Pertamina, Patrajasa, di Kedawung, Cirebon. 

Kesempatan itu langsung ia sambar lantaran bidang listrik bukanlah hal yang asing bagi mahasiswa teknik elektro seperti dirinya. Ia bersama sejumlah rekannya mendirikan PT Meta Epsi Engineering—cikal bakal Medco. Belum banyaknya pesaing juga memberikan keuntungan tersendiri bagi usahanya. 

Dari tahun ke tahun proyeknya di bidang perlistrikan terus mengalir. Pertamina, saat itu, pun ikut andil dalam membesarkannya lantaran proyek keduanya (1972) juga datang dari BUMN tersebut, yaitu proyek distribusi listrik untuk perumahan Pertamina di Mundu, Cirebon.

Usaha keras dan nasib baik pun menuntunnya pada situasi yang menguntungkan. Pada 1973, Medco Group mulai masuk ke Jakarta dengan menyabet proyek Rancangan Pusat Pembangkit Tenaga Listrik Pergudangan Pemerintah di wilayah Cakung. Sejak itu lah langkah bisnis Arifin makin kencang dan berkembang ke berbagai sektor.

Belakangan kelompok usahanya bahkan dikenal cukup tangguh di bidang perminyakan. Kendati begitu, bukan berarti Medco itu melaju terus. Saat harga minyak anjlok pada 1985, sebagai perusahaan yang bergerak di drilling company, Medco pun terimbas.

Namun, hubungan baik yang tetap terjaga dengan perusahaan pelat merah seperti Pertamina dan Krakatau Steel, membuat Medco Group bertahan dan tumbuh lebih besar di kemudian hari. 

Pada Oktober 1994, setelah Medco Energi Corporation, salah satu anak usahanya, berhasil go public dan meraup dana sekitar Rp95 miliar, langkah bisnis Arifin pun kian tak terbendung. Ia melebarkan sayap bisnis, salah satunya agrobisnis dan properti.

Menurut Arifin, langkah tersebut merupakan bagian dari obsesinya untuk terus berusaha. Baginya, akan menyenangkan jika usaha yang ia rintis itu mendapat untung. "Bisnis yang rugi juga menjadi tantangan. Dan saya puas kalau berhasil membenahinya, dan kemudian mendapat untung," katanya.

Bergabung ke PDIP

Di luar usahanya, kiprah Arifin juga terekam di berbagai bidang. Di dunia musik, misalnya, ia pernah menjadi pendukung utama kegiatan Indonesia International Song Festival 1995 dan Pacific Harmony 1995, yang digelar di Jakarta dan Bali, dan konon menghabiskan dana hingga Rp3,5 miliar.

Kegiatan yang berkaitan dengan pesta emas 50 tahun Indonesia merdeka itu membuatnya cukup dekat dengan kalangan musisi. "Enak juga kumpul dengan seniman. Mereka tidak formal tapi menyenangkan," tutur Arifin saat itu.

Eros Djarot, musisi yang dekat dengan Megawati dan, dalam Obituari Arifin Panigoro yang ia tulis di Harian Kompas, punya kesaksian menarik. Pada 1998, ia pernah menyambangi Arifin di kediamannya di Jeruk Purut, Jakarta Pusat, untuk menggalang dukungan melawan Rezim Orde Baru.

Saat itu, Arifin pun langsung menyambut tawaran yang ia sampaikan dan menegaskan untuk ikut terlibat. Ketika Eros bertanya kembali apakah Arifin telah mempertimbangkan konsekuensi dari pilihannya itu—karena tak hanya berisiko kehilangan harta tapi juga nyawa—si tuan rumah langsung memanggil istri dan kedua anaknya.

"Silahkan Mas Erros tanyakan langsung ke mereka, apa mereka sudah siap dan rela melepas saya untuk ikut berjuang melawan rezim Orde Baru," demikian tulis Eros.

Persamuhan Eros ke Jeruk Purut pun berbuntut dengan pertemuan Arifin dengan Megawati—yang saat itu menjadi sosok utama penentang Orde Baru—serta menandai masuknya Arifin ke PDI Perjuangan. Dan sejak itu pula, Arifin Panigoro tak lagi dikenal hanya sebagai pebisnis, melainkan juga motor penggerak berbagai perubahan di Indonesia.

Related Topics