Baca artikel Fortune IDN lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Pemerintah Nepal Cabut Blokir Medsos Usai Protes Massal Tewaskan 19 Orang

ilustrasi demonstrasi (pexels.com/maksim-romashkin)
ilustrasi demonstrasi (pexels.com/maksim-romashkin)
Intinya sih...
  • Pemerintah Nepal mencabut larangan terhadap puluhan platform media sosial setelah unjuk rasa yang menewaskan 19 orang.
  • Protes Gen Z memuncak ketika demonstran bentrok dengan aparat keamanan di Kathmandu.
  • Kekerasan ini memicu reaksi keras dari komunitas internasional.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Jakarta, FORTUNE - Pemerintah Nepal akhirnya mencabut larangan terhadap puluhan platform media sosial kemarin (8/9), menyusul unjuk rasa yang dipimpin kaum muda, yang berujung pada kekerasan dan menewaskan sedikitnya 19 orang. Kebijakan yang awalnya dimaksudkan untuk regulasi ini justru menjadi pemicu ledakan amarah publik atas isu korupsi dan kondisi ekonomi lebih mencemaskan.

Aksi protes yang dilabeli "Protes Gen Z" ini memuncak pada Senin (8/9) ketika ribuan demonstran bentrok dengan aparat keamanan di ibu kota negara tersebut, Kathmandu. Menurut laporan Al Jazeera dan BBC, bentrokan terjadi setelah para pengunjuk rasa mencoba menembus barikade menuju gedung parlemen. Akibatnya, 17 orang tewas di Kathmandu dan dua lainnya di kota Itahari.

Meskipun blokir media sosial menjadi pemicu utama, para demonstran dan analis menegaskan bahwa akar masalahnya jauh lebih dalam. Frustrasi terhadap korupsi yang merajalela dan minimnya peluang ekonomi menjadi bahan bakar utama gerakan ini.

"Blokir media sosial hanyalah alasan kami berkumpul," kata seorang pengunjuk rasa, Sabana Budathoki, kepada BBC. "Fokus semua orang adalah pada korupsi. Kami ingin negara kami kembali—kami datang untuk menghentikan korupsi."

Sentimen serupa diungkapkan oleh Ankit Bhandari, seorang mahasiswa berusia 23. Kepada Al Jazeera, ia mengatakan protes itu berasal dari "frustrasi karena harus membayar pajak" tanpa ada "dokumentasi yang layak" tentang bagaimana uang tersebut digunakan.

Aksi ini dengan cepat berubah menjadi kekacauan. Aparat keamanan menembakkan gas air mata, peluru karet, dan menggunakan meriam air demi membubarkan massa. Sebagai respons, pemerintah memberlakukan jam malam di beberapa wilayah penting, termasuk di sekitar gedung parlemen dan kediaman presiden.

Kekerasan yang terjadi memicu reaksi keras dari komunitas internasional. Kantor Hak Asasi Manusia PBB menyatakan "terkejut" atas kematian para pengunjuk rasa dan mendesak dilakukannya investigasi transparan.

"Kami menerima beberapa tuduhan yang sangat mengkhawatirkan tentang penggunaan kekuatan yang tidak perlu atau tidak proporsional oleh aparat keamanan," kata juru bicara PBB, Ravina Shamdasani, dalam sebuah pernyataan dikutip laman UN News.

Koordinator Residen PBB di Nepal, Hanaa Singer-Hamdy, menggambarkan situasi tersebut sebagai sesuatu yang "sangat tidak mencerminkan Nepal". Ia menyuarakan keprihatinan mendalam atas keselamatan warga sipil dan mendesak semua pihak menahan diri.

Menyusul eskalasi kekerasan, Menteri Dalam Negeri Ramesh Lekhak dilaporkan mengundurkan diri atas dasar moral. Perdana Menteri KP Sharma Oli menyatakan pemerintah "tidak negatif terhadap tuntutan yang diangkat oleh generasi Gen Z" dan mengaku "sangat sedih" atas insiden yang terjadi, seperti dilaporkan CNN.

Pemerintah awalnya berdalih bahwa pemblokiran 26 platform media sosial—termasuk Facebook, WhatsApp, dan YouTube—diperlukan untuk melawan berita palsu dan ujaran kebencian, serta mewajibkan perusahaan teknologi untuk mendaftar secara lokal. Namun, langkah ini secara luas dikritik sebagai bentuk sensor dan pembatasan kebebasan berekspresi.

Share
Topics
Editorial Team
Bonardo Maulana
EditorBonardo Maulana
Follow Us

Latest in News

See More

Resmi, Sri Mulyani Serahkan Jabatan Menteri Keuangan kepada Purbaya Yudhi Sadewa

09 Sep 2025, 13:05 WIBNews