SHARIA

Gaya Hidup Islami Dorong Pertumbuhan Pasar Syariah Indonesia

Gaya hidup Islami bisa menjadi peluang besar.

Gaya Hidup Islami Dorong Pertumbuhan Pasar Syariah IndonesiaIlustrasi gaya hidup keluarga Islam. (ShutterStock/anythings)
23 September 2021
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE – Menteri Keuangan Republik Indonesia, Sri Mulyani, menyampaikan bahwa gaya hidup bernilai Islam dapat menjadi faktor pendorong penting bagi pasar syariah di Indonesia. Peluang ini dapat berkembang dalam berbagai sektor industri, mulai fesyen, makanan, minuman, industri jasa, pariwisata, pendidikan, hingga kesehatan.

“Adanya peningkatan selera masyarakat untuk melakukan gaya hidup Islam ini tentu menimbulkan suatu kesempatan yang luar biasa, yaitu tumbuhnya industri yang bisa memenuhi referensi atau permintaan dari masyarakat ini,” kata Sri Mulyani di acara Penandatanganan MoA Program Strategic Sharia Banking Management (SSBM) secara daring, Rabu (22/9).

Gaya hidup Islami merupakan peluang besar dalam pengembangan ekosistem industri syariah. Hal ini semakin diperkuat dengan Laporan State of the Global Islamic Economy 2020-2021, yang memosisikan Indonesia dalam 10 posisi teratas dalam hal kuliner halal, keuangan syariah, wisata ramah untuk muslim, fesyen, kosmetik, media dan hiburan.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat bahwa pada 2020 total aset keuangan syariah Indonesia mencapai Rp1.801,40 triliun atau meningkat 22,71 persen (year on year/yoy). Aset perbankan syariah dinilai bertumbuh positif hingga 13,11 persen (yoy). Sementara, pada semester pertama 2021, aset perbankan syariah menunjukkan pertumbuhan yang cukup tinggi, yakni 15,8 persen (yoy).

Pentingnya peningkatan SDM industri syariah nasional

Dalam acara tersebut, Sri Mulyani menyatakan bahwa pangsa pasar bank syariah baru mencapai 6,59 persen, masih rendah dibandingkan bank konvensional. Untuk itu, perlu adanya daya saing tinggi serta ketahanan seluruh sektor industri syariah dengan melihat beberapa hal, seperti struktur organisasi dan sumber daya manusia (SDM).

Competitiveness selalu diukur dari berbagai hal, tentu dari indikator-indikator keuangannya, apakah itu dari sisi aset, neraca keuangan, maupun dari laporan rugi labanya, dan dari sisi kesehatan keuangannya,” ujar Sri Mulyani.

Oleh karena itu, katanya, SDM industri syariah harus memiliki kemampuan manajerial, kepemimpinan, dan kemampuan melihat kesempatan sehingga bisa mengembangkan industri berbasis Islam dengan produk-produk halalnya, termasuk industri keuangan syariah di dalamnya.

Sri Mulyani berpendapat perbaikan SDM yang sesuai kebutuhan industri dan gaya hidup Islami yang berkembang di masyarakat jelas akan berdampak langsung pada pertumbuhan industri syariah. “Tidak hanya hari ini, namun ke depan,” katanya.

Peran penting riset dalam membangun perekonomian syariah

Pada acara berbeda, Ventje Rahardjo, Direktur Eksekutif Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) menjelaskan bahwa Indonesia telah memiliki sejumlah lembaga dan pusat riset strategis yang berperan penting dalam pengembangan ekonomi syariah. Berbagai lembaga kajian strategis ini umumnya berada di bawah koordinasi kementerian/lembaga, universitas, lembaga swadaya masyarakat, maupun pelaku industri.

"Hingga saat ini, Indonesia memiliki lebih dari 9 pusat riset di bidang sains halal, lebih dari 58 program/pusat studi ekonomi syariah dan sains halal yang aktif dalam kegiatan riset dan inovasi, serta lebih dari 1.084 peneliti dengan spesialisasi ekonomi syariah serta industri produk halal," kata Ventje dalam keterangan resmi, Rabu (22/9).

Selaras dengan hal tersebut, Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Handoko, menjelaskan dukungan riset sangat diperlukan dalam pengembangan ekonomi dan keuangan syariah di Indonesia. Untuk itu, BRIN telah aktif dalam pengembangan riset dan pengembangan (R&D) bahan substitusi non-halal dan autentikasi halal.

Related Topics