SHARIA

Sistem Wakaf Nasional Dianggap Belum Terintegrasi. Apa Solusinya?

Potensi wakaf uang di Indonesia mencapai Rp180 triliun.

Sistem Wakaf Nasional Dianggap Belum Terintegrasi. Apa Solusinya?Tangkapan Layar Diskusi Research Expose “Digitalisasi dan Integrasi Data Wakaf Nasional”/YouTube Badan Wakaf Indonesia TV
31 January 2022
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Anggota Badan Wakaf Indonesia (BWI) Irfan Syauqi Beik, mengatakan digitalisasi dan integrasi data wakaf perlu diperkuat. Ini sejalan dengan kajian Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) terkait penguatan digitalisasi dan integrasi data wakaf nasional. 

"Ini menjadi bahan masukan kebijakan, terutama bagi BWI untuk bagaimana supaya kualitas pengelolaan wakaf ini bisa terus kita tingkatkan dari waktu ke waktu," ujarnya.

Hal itu ia sampaikan dalam diskusi virtual bertajuk Research Expose “Digitalisasi dan Integrasi Data Wakaf Nasional" yang digelar BWI bekerjasama dengan Masyarakat Ekonomi Syariah (MES) dan Ikatan Ahli Ekonomi Islam Indonesia (IAEI), Jumat (28/1).

Kepala Divisi Dana Sosial Syariah KNEKS, Urip Budiarto menjelaskan, pengembangan wakaf sekarang ini menjadi semakin penting. Mengingat potensi wakaf uang di Indonesia mencapai Rp180 triliun.

Menurutnya, pemerintah juga berkomitmen untuk terus mendukung pengembangan wakaf dan juga terus digulirkan sejak Januari 2021. Pada saat itu, kata dia, Presiden Jokowi bahkan telah meluncurkan Gerakan Nasional Wakaf Uang. 

"Ini menjadi bagian penting dalam menerjemahkan kembali komitmen pemerintah dalam mendukung pengembangan wakaf nasional, khususnya dalam bidang wakaf uang, mengingat tantangan terbesar hari ini dalam pengembangan aset wakaf adalah bagaimana kita memperoleh pendanaan yang lebih fleksibel," ucap dia. 

Urip mengatakan, KNEKS berharap wakaf ini bisa menjadi satu elemen yang mendukung, tidak hanya keuangan sosial tapi juga terintegrasi dengan keuangan komersial, baik di perbankan syariah maupun asuransi syariah. "Sehingga bisa memiliki levarage yang lebih dalam pengembangannya ke depan," kata dia. 

Wakaf mencapai 420 ribu lokasi dengan 50.000 hektare

Lebih lanjut, Urip Budiarto mengungkapkan hasil kajian yang telah dilakukan KNEKS terkait pengembangan wakaf. Berdasarkan data Kementerian Agama (Kemenag), kata dia, ranah wakaf saat ini sudah ada 420 ribu lokasi dengan 50.000 hektare.

"Ini merupakan angka yang sangat besar jika dibandingkan dengan banyak negara lain," ujarnya.

Meskipun demikian, dia menyebut ada beberapa tantangan dalam pengembangan wakaf. Misalnya, fokus dari wakaf tanah yang tersedia hari ini umumnya peruntukannya hanya untuk aset sosial, 70 persen untuk masjid dan musala, sebagian untuk pesantren, sebagian untuk makam, dan sebagian lagi untuk aset sosial lain. 

"Masih sedikit yang memang terdata, baik yang sudah terkembangkan atau akan dikembangkan dalam konsep wakaf produktif," ujarnya.

Dalam rangka mendukung optimalisasi pengembangan wakaf, kata Urip, pada tahun lalu KNEKS akhirnya berbicara tentang pendalaman digitalisasi dan integrasi data wakaf nasional. KNEKS telah merumuskan rekomendasi konsep digitalisasi dan integrasi data wakaf nasional dalam pengelolaan wakaf produktif nasional, baik wakaf tidak bergerak maupun wakaf bergerak berupa uang. 

"Dalam realita ini bagaimana kita kemudian bisa mengembangkan suatu proses digitalisasi dan integrasi, sehingga ada satu database yang nanti dimungkinkan akan mendukung pengembangan wakaf uang," ucap dia.

Digitalisasi dan integrasi data menjawab permasalahan wakaf nasional

Tak hanya itu, perlu dikembangkan konsep digitalisasi atas wakaf tanah, wakaf uang, dan wakaf melalui uang yang langsung dikelola oleh nazir. Hal ini untuk menjawab permasalahan, seperti temuan KNEKS yang mendapati banyak permasalahan dalam pengembangan wakaf nasional.

  • Permasalahan wakaf tanah

Dalam wakaf tanah misalnya, KNEKS menemukan belum adanya integrasi data antar sistem, baik antara Kemenag dengan BWI maupun dengan BPN. 

"Meskipun, kemudian ada sistem informasi wakaf nasional, yang ini diinput oleh KUA kecamatan untuk kemudian dikonsolidasi di pusat. Nah, tapi secara umum sistem ini masih berdiri sendiri dan masih perlu penguatan," kata Urip Budiarto.

  • Permasalah inkonsistensi data

Selain itu, menurut dia, datanya yang diinput juga sering kali tidak konsisten, belum berbasis geospasial, dan belum ada informasi yang dibutuhkan untuk pengembangan bisnis produktif. 

"Jadi, katakanlah SIWAK Kemenag bisa memberikan data satu aset tanah wakaf di daerah Bogor misalnya, tapi titiknya di mana, luasannya berapa, potensi lahannya akan dibangun seperti apa, ini yang relatif tidak cukup dalam untuk kita bisa mengkaji," ujar dia.

  • Sistem digitalisasi wakaf uang perlu dimatangkan

Sistem dalam wakaf uang, kata dia, juga masih sangat dini dan belum matang, seperti belum mempunyai sistem pelaporan online dari LKSPWU ke Kemenag ataupun otoritas lainnya.

"Jadi relatif sangat manual laporan wakaf uang. Lalu, penyaluran juga belum terlaporkan secara baik," katanya.

Sementara, dalam konteks wakaf melalui uang yang sifatnya dikelola nazir, juga belum ada sistem laporan pengumpulan yang komprehensif. Menurut dia, setiap nazir saat ini umumnya memiliki sistem sendiri, sehingga tidak terstandar dan belum bisa dijadikan sebagai basis pelaporan yang cukup mudah untuk ditarik. Kemudian laporan pengelolaan dan penyaluran juga belum tersistem dengan baik di wakaf melalui uang.

Berbagai persoalan tersebut menjadi catatan utama, bahwa sebenarnya sistem yang ada baik dalam wakaf tanah, wakaf uang, maupun di wakaf melalui uang tidak berdiri dalam satu sinkronisasi.

"Sehingga tentu buat kami di KNEKS sebagai lembaga nonstruktural, punya kebutuhan untuk memiliki data yang lebih baik di masa depan, agar pengembangan kebijakan lebih baik dari hari ke hari dan mengacu pada realitas yang ada," kata dia.

Related Topics