- Pertama, menempatkan AI sebagai strategi utama, bukan proyek tambahan.
Riset: Banyak Perusahaan Berambisi Terapkan Agen AI, Meski Infrastruktur Belum Siap

- 97% perusahaan di Indonesia berencana menerapkan agen AI dalam tahun ke depan
- Hanya 23% perusahaan di Indonesia yang berhasil mengimplementasikan AI ke tahap produksi
- Perusahaan kategori Pacesetters secara global sudah memiliki peta jalan AI yang jelas
Jakarta, FORTUNE– Perusahaan teknologi global Cisco, merilis AI Readiness Index 2025. Dari riset tersebut terungkap, banyak perusahaan berambisi menerapkan AI Agent dan bekerja berdampingan dengan karyawan, meski infrastruktur pendukungnya belum sepenuhnya siap.
Cisco AI Readiness Index merupakan studi global tahunan yang melibatkan lebih dari 8.000 pemimpin IT senior dan pemimpin bisnis dengan lebih 500 karyawan di 26 industri. Salah satu negara yang menjadi objek studi ini adalah Indonesia.
Index ini menunjukkan, hampir 97 persen perusahaan di Indonesia berencana menerapkan agen AI dalam tahun ke depan, dengan 45 persen berharap agen tersebut bekerja berdampingan dengan karyawan. Namun, banyak yang masih menghadapi tantangan infrastruktur dan keamanan. Sistem perusahaan nyaris tidak mampu menangani AI reaktif berbasis tugas, apalagi sistem AI yang berpikir, bertindak secara otonom, dan belajar terus-menerus — hanya 27 persen perusahaan di Indonesia memiliki jaringan yang fleksibel untuk mendukung kompleksitas AI.
Padahal, perusahaan yang memiliki kesiapan matang dalam mengadopsi AI terbukti tiga kali lebih cepat mengubah proyek uji coba menjadi implementasi nyata dan 20 persen lebih mungkin memperoleh nilai bisnis yang terukur.
Studi pun mengidentifikasi adanya kelompok “Pacesetters”. Di Indonesia, hanya 23 persen perusahaan yang dikategorikan sebagai pacesetters; dan dinilai berhasil mengimplementasikan AI ke tahap produksi dengan menghasilkan nilai bisnis yang terukur, bukan sekadar ambisi atau eksperimen teknologi.
“Kesiapan membawa pada pencapaian nilai. Perusahaan yang disiplin dalam mempersiapkan fondasi AI mereka kini menikmati hasil yang nyata,” ujar Sheldon Chen, Country Leader Interim, Cisco Indonesia, Kamis (17/10).
Riset Cisco memaparkan adanya pola yang konsisten pada pacesetters atau perusahaan yang terdepan dalam penerapan kecerdasan buatan guna mencapai hasil nyata.
Hampir seluruh perusahaan kategori Pacesetters secara global (99 persen) sudah memiliki peta jalan AI yang jelas, dibandingkan dengan 78 persen di Indonesia. Selain itu, 91 persen telah memiliki rencana manajemen perubahan untuk mendukung transformasi berbasis AI (dibandingkan 51 persen di Indonesia).
Dari sisi pendanaan, 79 persen pacesetters menempatkan AI sebagai prioritas investasi utama, sementara di Indonesia baru 37 persen yang melakukan hal serupa. Sebanyak 96 persen di tingkat global juga telah menyiapkan strategi pendanaan jangka pendek dan panjang, dibandingkan 69 persen di Indonesia.
- Kedua, memiliki infrastruktur yang siap berkembang
Para pemimpin AI ini membangun infrastruktur yang dirancang untuk era AI yang terus aktif. Sebanyak 71 persen perusahaan global menyebut jaringan mereka sudah sepenuhnya fleksibel dan siap diskalakan untuk proyek AI apa pun, sedangkan di Indonesia baru 27 persen. Dalam 12 bulan ke depan, 77 persen Pacesetters global berencana menambah kapasitas pusat data baru, dibandingkan 55 persen di Indonesia.
- Ketiga, dari uji coba ke implementasi nyata
Keunggulan lain para Pacesetters adalah kemampuan mereka mengubah uji coba menjadi produksi nyata. Secara global, 62 persen perusahaan telah memiliki proses inovasi yang matang dan terstandar untuk mengembangkan serta memperluas kasus penggunaan AI (dibandingkan 19 persen di Indonesia).
Tiga perempat di antaranya (77 persen) bahkan telah menyelesaikan implementasi use case AI, sedangkan di Indonesia baru mencapai 26 persen.
- Keempat, mengukur hasil, bukan sekadar berinovasi
Sebanyak 95 persen perusahaan global memantau dampak dari investasi AI mereka — dua kali lipat lebih tinggi dibandingkan rata-rata lainnya. Dari jumlah tersebut, 71 persen yakin AI yang mereka terapkan akan menciptakan sumber pendapatan baru, dibandingkan di Indonesia angkanya 57 persen.
- Kelima, mengubah keamanan menjadi keunggulan
Selain aspek inovasi, 87 persen Pacesetters global memiliki kesadaran tinggi terhadap ancaman spesifik AI, jauh di atas 62 persen di Indonesia. Sebanyak 62 persen telah mengintegrasikan AI dalam sistem keamanan dan identitas digital mereka (dibandingkan 40 persen di Indonesia), dan 75 persen sudah memiliki kemampuan penuh untuk mengendalikan serta mengamankan agen AI, dibandingkan 56 persen di Indonesia.
“Para Pacesetters mendapatkan hasil yang lebih luas dibandingkan rekan-rekannya karena pendekatan ini: di tingkat global, 90 persen melaporkan peningkatan dalam profitabilitas, produktivitas, dan inovasi, sedangkan di Indonesia 81 persen,” kata Sheldon.