Daftar Negara Penyumbang Defisit Dagang AS, Ada Indonesia

- Indonesia masuk daftar negara penyumbang defisit dagang terbesar AS
- Ketegangan dagang AS dan imbasnya pada Indonesia
- Indonesia lakukan negosiasi dagang dengan AS
Jakarta, FORTUNE — Indonesia tercatat dalam daftar negara penyumpang defisit AS. Indonesia menempati peringkat ke-15 dalam daftar tersebut.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Amalia Adininggar Widyasanti, mengungkapkan data tersebut dalam pemaparan terkait neraca perdagangan Indonesia untuk Maret 2025. Ia menjelaskan salah satu peristiwa penting yang terjadi pada periode ini adalah diberlakukannya tarif resiprokal oleh AS pada awal April 2025.
Dalam pemaparannya, Amalia menyebutkan sejumlah negara yang menjadi kontributor utama defisit perdagangan AS, yaitu China dengan kontribusi 23,07%, disusul Meksiko (12,72%), dan Vietnam (9,35%).
Negara-negara lainnya adalah Jerman (6,36%), Irlandia (6,3%), Taiwan (5,52%), Kanada (5,33%), Jepang (5,23%), Korea Selatan (5,05%), India (3,58%), Thailand (3,49%), Italia (3,32%), Swiss (2,83%), serta Malaysia (1,89%).
"Di urutan ke-15 ialah Indonesia dengan porsi 1,4%. Kemudian, Prancis 1,21%, Austria 0,98%, Kamboja 0,94%, Swedia 0,74%, Hungaria 0,69%," sebut Amalia dalam Konferensi Pers Neraca Perdagangan, Senin (21/4).
Ketegangan dagang AS dan imbasnya pada Indonesia
Amalia menambahkan situasi perdagangan internasional saat ini mengalami ketidakpastian akibat kebijakan Presiden AS Donald Trump pada 2 April 2025. Kebijakan tersebut menetapkan kenaikan tarif resiprokal terhadap 185 negara mitra dagang AS, termasuk Indonesia.
"Hal ini dilakukan untuk menutup ketidakseimbangan perdagangan dengan AS," ucap Amalia.
Memanasnya hubungan dagang antara AS dan China pun terus berlanjut. Hal ini ditandai dengan perang tarif impor.
Pada 12 April 2025, China menaikkan tarif retaliasi sebesar 145% yang kemudian dibalas AS pada 15 April 2025. AS meningkatkan tarif menjadi 245% terhadap produk impor China.
Indonesia lakukan negosiasi dagang dengan AS
Amerika Serikat menetapkan tarif resiprokal sebesar 32% untuk produk Indonesia. Menanggapi hal ini, Indonesia tengah melakukan negosiasi dengan pemerintahan Trump.
Delegasi negosiasi Indonesia yang dipimpin oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, telah diberangkatkan ke AS. Tujuan kunjungan tersebut untuk menyepakati format, mekanisme, dan jadwal negosiasi dalam jangka waktu 60 hari.
Dalam pertemuan dengan United States Trade Representative (USTR) pada Jumat (18/4), Airlangga menyampaikan kedua pihak tengah membahas berbagai aspek dalam penawaran dan permintaan perdagangan.
Topik pembahasan mencakup hambatan non-tarif seperti perizinan impor, perdagangan digital, bea atas transmisi elektronik (CDET), inspeksi pra-pengapalan, kewajiban surveyor, serta kandungan lokal dalam industri.
Kedua belah pihak juga sedang menyusun format, prosedur, serta tahapan negosiasi. Mereka menargetkan adanya kesepakatan bersama dalam waktu 60 hari dan mendorong percepatan dialog untuk mencapai tujuan.
Tarif produk Indonesia bisa mencapai 47%
Sebelumnya, Airlangga menyoroti sejumlah produk unggulan ekspor Indonesia ke AS terancam dikenakan tarif hingga 47%. Angka ini jauh lebih tinggi dibanding tarif yang diterapkan terhadap negara pesaing Indonesia di kawasan ASEAN.
"Kami tegaskan bahwa selama ini yang tarif tidak level playing field diterapkan AS, termasuk dengan negara pesaing kita di ASEAN bisa diberikan adil, dan kita ingin diberikan tarif yang tidak lebih tinggi," tegas Airlangga dalam konferensi pers online, Jumat (18/4) lalu.
Ia juga menjelaskan bahwa meskipun tarif sebesar 32% diturunkan sementara menjadi 10% selama 3 bulan, AS masih menerapkan tarif proteksionis terhadap produk tekstil dan garmen dari Indonesia sebesar 10%-37%.
Apabila diakumulasi, maka total beban tarif terhadap produk Indonesia dapat berkisar antara 20%-47%. Hal ini menjadi perhatian pemerintah Indonesia dalam proses negosiasi dengan pihak AS.