BUSINESS

Jurus Amartha Catat Profit dan Membangun Ekosistem Finansial Inklusif

Amartha menekan angka pinjaman macet dan catat profit.

Jurus Amartha Catat Profit dan Membangun Ekosistem Finansial InklusifDok. Amartha
06 May 2024
Follow Fortune Indonesia untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News

Jakarta, FORTUNE - Founder & CEO Amartha, Andi Taufan Garuda Putra, mengungkap inovasi teknologi dan literasi keuangan yang inklusif merupakan kunci dalam meningkatkan daya saing usaha mikro Indonesia di Asia Tenggara. Hal itu disampaikannya dalam konferensi teknologi finansial Money 20/20 di Bangkok pada 24-25 April di Thailand.

Meskipun berkontribusi signifikan, 90 persen pedagang mikro di Asia Tenggara mengalami hambatan seperti akses kredit yang terbatas, tantangan dalam mendapatkan pinjaman karena jaminan yang tidak memadai dan minim riwayat kredit, serta rendahnya literasi keuangan digital, terutama di daerah pedesaan.

Menanggapi hal ini, pelaku industri teknologi finansial seperti Amartha, memainkan peran kunci dalam menyediakan layanan yang mudah diakses kepada segmen yang tidak terlayani, dimana proporsi pinjaman usaha mikro terhadap layanan pinjaman teknologi finansial lebih besar dibandingkan usaha menengah.

Perjalanan menuju inklusi akses permodalan bagi usaha mikro turut diiringi dengan meningkatnya tren impact investing. Di Asia Tenggara, khususnya Indonesia, saat ini menjadi tempat tujuan impact investing yang memungkinkan para investor dan institusi global untuk diversifikasi portofolio mereka di pasar yang berkembang serta turut serta memberikan dampak sosial bagi masyarakat.

Di periode 2020-2022, impact investor telah berkomitmen lebih dari 67 persen dari total modal yang diinvestasikan dalam periode 10 tahun sebelumnya dari 2007-2016 di Asia Tenggara, menunjukkan percepatan tren aktivitas impact investing di wilayah tersebut.

"Kondisi geografis yang luas selalu menjadi fokus utama dalam menyediakan akses permodalan yang merata bagi usaha mikro di Indonesia. Salah satu tantangannya adalah penyaluran modal yang belum merata di luar pulau Jawa. Sebagai penyedia layanan keuangan digital inklusif, Amartha terus berkomitmen menghadirkan teknologi terbaik yang relevan dan ramah pengguna bagi usaha pedagang mikro tradisional, memungkinkan mereka untuk mencapai potensi terbaik mereka,” ungkap Andi.

Membangun infrastruktur keuangan di kota-kota Tier 2 dan 3

Dalam memastikan inklusivitas, Amartha telah membangun infrastruktur keuangan digital yang menghubungkan bisnis mikro di kota-kota Tier 2 dan 3 di luar Jawa, dengan menawarkan model pendanaan dan pemberian pinjaman yang terintegrasi baik dari sektor institusi maupun ritel.

Hal ini memungkinkan para peminjam untuk mengakses modal kerja dengan efisien. Selain itu, infrastruktur mereka menyediakan layanan pembayaran dan sistem skor kredit internal, menjadikannya platform keuangan mikro yang paling terintegrasi untuk segmen akar rumput Indonesia.

Lebih lanjut, Andi mengatakan guna menyediakan ketersediaan akses permodalan yang lebih luas, Amartha menggunakan local branchless agents, yang memberdayakan mitra bisnis lokal lokal di daerah pedesaan dengan menawarkan layanan keuangan digital seperti transfer peer-to-peer, tabungan mikro, dan pembayaran tagihan.

Produk-produk strategis ini, memperluas layanan keuangan esensial kepada para pelaku usaha mikro. Melalui pendekatan tersebut, Amartha secara aktif mempromosikan literasi digital dan keuangan dengan menempatkan local branchless agents ke area pedesaan.

Menekan angka pinjaman macet

Saat ini, Amartha mencatatkan tingkat kredit bermasalah (TKB90) sebesar 98,24 persen, yang masih dianggap dalam batas yang aman. Untuk mengurangi risiko kredit macet, Armyn menjelaskan salah satu kebijakan perusahaan, yaitu menggunakan teknologi risk-profiling berbasis kecerdasan buatan dalam tahapan penilaian kredit terhadap pengguna layanan Amartha.

Selain itu, mereka memberikan pendidikan keuangan digital kepada mitra UMKM Amartha melalui bantuan lebih dari 10.000 tenaga lapangan di 72.000 desa di Indonesia. Mereka juga memperkuat sistem tanggung jawab kolektif melalui konsep tanggung renteng dan kelompok majelis di setiap wilayah operasional Amartha.

Amartha adalah platform Fintech lending yang fokus pada pemberdayaan UMKM di tingkat akar rumput. Sejak berdiri pada 2010, mereka telah menyalurkan permodalan sebesar Rp 17,3 triliun kepada lebih dari dua juta UMKM yang dikelola oleh perempuan.

Selain mendiskusikan tantangan dan upaya memaksimalkan potensi ekonomi akar rumput di Asia Tenggara, salah satu topik diskusi pada acara Money 20/20 adalah bagaimana perjalanan menuju inklusi akses permodalan bagi usaha mikro turut diiringi dengan meningkatnya tren impact investing.

Di Asia Tenggara, khususnya Indonesia, saat ini menjadi tempat tujuan impact investing yang memungkinkan para investor dan institusi global untuk mendiversifikasi portofolio mereka di pasar yang berkembang serta turut serta memberikan dampak sosial bagi masyarakat.

Pada 2023, Amartha telah mendapatkan institutions facility commitment untuk pembiayaan usaha mikro dari tiga organisasi terkemuka, yang mencapai total kontribusi sebesar US$285 juta dari Community Investment Management, International Finance Corporation, dan Credit Saison.

Andi mengeklaim, besarnya tren impact investing serta konsisten menghadirkan inovasi teknologi yang relevan menjadikan Amartha memiliki catatan profitabilitas yang baik selama tiga tahun terakhir. "Dengan tren arah pertumbuhan yang positif ini, Amartha semakin memperkuat komitmen untuk mempromosikan popularitas impact investing di Indonesia," ujarnya.

Related Topics