Presiden Trump Ancam Akan Tambah Tarif Menjadi 50 Persen ke Cina

- Trump mengancam peningkatan tarif tambahan menjadi 50 persen terhadap produk Cina jika Beijing tidak mencabut kebijakan balasan.
- Kedutaan Besar Cina di Washington mengecam kebijakan tersebut sebagai bentuk unilateralisme, proteksionisme, dan tekanan ekonomi.
- Analisis UBS memperkirakan tarif efektif AS secara keseluruhan bisa naik menjadi 30 persen dari posisi saat ini sebesar 25 persen, jika siklus saling membalas terus berlanjut.
Jakarta, FORTUNE - Tensi perdagangan antara Amerika Serikat (AS) dan Cina kian menuju titik didih. Presiden AS, Donald Trump, tanpa tedeng aling-aling mengancam akan mengerek tarif impor produk asal Negeri Tirai Bambu hingga menyentuh angka 50 persen. Langkah ini akan diambil jika Beijing tak kunjung mencabut kebijakan balas dendam atas tarif yang sebelumnya diterapkan Washington.
Gelagat perang dagang ini sebenarnya sudah terasa sejak pekan lalu. Trump menaikkan tarif impor dari Cina menjadi 34 persen, melanjutkan tren kenaikan dari 20 persen sebelumnya. Tidak tinggal diam, Cina pun merespons dengan memberlakukan tarif serupa terhadap berbagai produk andalan AS.
Melalui unggahannya pada platform Truth Social, Senin (7/4), Trump seolah ingin menegaskan kembali ancamannya. Ia menuliskan, seperti yang dilansir dari laporan Fortune, bahwa dia telah memperingatkan ihwal potensi pembalasan ini. Lebih lanjut, ia menyatakan setiap tindakan serupa akan dijawab dengan eskalasi tarif lebih tinggi.
“Jika Tiongkok tidak membatalkan kenaikan tarif 34 persen mereka terhadap pelanggaran dagang jangka panjang yang telah dilakukan, paling lambat 8 April 2025, maka mulai 9 April, AS akan memberlakukan tarif tambahan sebesar 50 persen,” demikian Trump seperti dikutip dari laporan Fortune.
Tak hanya itu, Trump juga menyampaikan ultimatum bahwa seluruh diskusi bilateral dengan Cina akan dihentikan jika tuntutannya tak digubris.
Di sisi lain, ia mengisyaratkan AS akan segera membuka pintu negosiasi perdagangan dengan sejumlah negara lain, sembari menyampaikan apresiasinya atas perhatian mereka terhadap isu krusial ini. Jika ancaman Trump benar-benar direalisasikan, total tarif yang dikenakan pada produk-produk Cina bisa mencapai angka fantastis, yakni 104 persen.
Bahkan, skenario terburuk bisa terjadi jika tarif sekunder diberlakukan akibat pembelian minyak dari Venezuela, yang berpotensi melambungkan tarif hingga 129 persen.
Tanggapan Cina terhadap pernyataan Trump
Menyikapi retorika tajam dari Gedung Putih, Kedutaan Besar Cina di Washington tak tinggal diam. Mereka mengecam kebijakan tersebut sebagai manifestasi unilateralisme, proteksionisme, dan tekanan ekonomi yang tak dapat dibenarkan.
Juru bicara Kedutaan, Liu Pengyu, dalam keterangannya kepada Fortune, menegaskan, “Kami sudah berulang kali menyatakan bahwa menekan Cina dengan ancaman bukanlah cara yang tepat untuk bekerja sama.”
Ia menyerukan kepada seluruh negara di dunia untuk tetap teguh berpegang pada sistem internasional yang berlandaskan PBB serta mekanisme perdagangan multilateral yang diawasi oleh Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Pernyataan ini seolah menjadi representasi kekecewaan dan penolakan Cina terhadap langkah agresif AS.
Sementara itu, para analis ekonomi mulai memberikan proyeksi terkait dampak eskalasi perang dagang ini. Analis dari UBS memperkirakan tarif efektif AS secara keseluruhan berpotensi meroket menjadi 30 persen, melonjak dari posisi saat ini yang mencapai 25 persen, jika siklus saling balas tarif ini terus berlanjut.
Data dari Fitch Ratings bahkan menunjukkan tarif 25 persen saja sudah merupakan yang tertinggi sejak 1909. Jika ambang batas 30 persen terlampaui, maka sejarah baru akan tercatat dengan rekor tarif tertinggi sejak 1872.
Namun, secercah harapan muncul dari prediksi UBS yang memperkirakan pada kuartal ketiga tahun ini, tekanan ekonomi, politik, dan hukum yang semakin menguat dapat memaksa Trump sedikit melonggarkan kebijakan tarifnya.
Bahkan, pada akhir 2025, tarif diprediksi akan mengalami penurunan ke kisaran 10-15 persen, meskipun angka ini masih jauh lebih tinggi dibandingkan dengan tahun sebelumnya yang hanya 2,5 persen.
Kekhawatiran juga tak terhindarkan di kalangan pelaku pasar. Gelombang aksi jual besar-besaran pada bursa saham bahkan berhasil melenyapkan kapitalisasi pasar hingga mencapai US$6 triliun. Kendati demikian, Trump dan tim ekonominya tampak solid dengan strateginya dan belum menunjukkan indikasi sedikit pun untuk meredakan ketegangan perdagangan yang semakin membara ini.
Di tengah panasnya situasi, pemerintah AS mengeklaim lebih dari 50 negara telah menghubungi Washington untuk menjajaki kemungkinan negosiasi perdagangan. Langkah ini diambil sebagai upaya antisipasi untuk menghindari dampak buruk dari tarif baru yang mengancam.
Vietnam, misalnya, menawarkan penghapusan seluruh tarif terhadap barang impor dari AS demi menghindari potensi beban tarif hingga 46 persen yang sempat diumumkan oleh Trump.
Pada Senin yang sama, Trump kembali menegaskan pendiriannya. Ia menekankan masyarakat AS harus bersedia menghadapi sejumlah tantangan dalam jangka pendek demi memperbaiki neraca perdagangan global secara keseluruhan. Pernyataan ini seolah menjadi justifikasi atas kebijakan kontroversialnya, meskipun dampaknya terhadap perekonomian global masih menjadi tanda tanya besar.