Bersiap Kembangkan Tokenisasi RWA sebagai Aset Keuangan Digital

Jakarta, FORTUNE - Bagaimana peluang tokenisasi real world asset (RWA) setelah pengaturan dan pengawasan aset keuangan digital (termasuk kripto) resmi berpindah ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK)?
Secara global, OJK mencatat, tokenisasi RWA telah tumbuh di atas 60 persen menjadi US$13,5 miliar pada 2024. Tak hanya itu, berdasarkan data RWA.xyz, valuasi RWA secara on-chain mencapai US$17,20 miliar per Februari 2025. Jumlah penerbitnya sudah melampaui 110, dengan total pemilik lebih dari 83.000.
Potensi pertumbuhannya pun masih besar. Standard Chartered memprediksi valuasi sektor RWA bisa menyentuh US$30 triliun pada 2034.
“RWA ini merupakan sub-set dari aset kripto,” ujar CEO CFX, bursa kripto Indonesia, Jeth Soetoyo (13/2). “Ini menjawab pertanyaan banyak orang awam, ‘kripto itu basisnya apa sih?’ Dengan adanya RWA, kami menggunakan teknologi dan keterbukaan dari blockchain, serta memadukan dengan aset-aset yang sudah ada di industri finansial dan dunia nyata hari ini.”
Melihat potensi itu, OJK pun tengah merancang POJK (RPOJK) terkait tokenisasi aset keuangan digital. Aturan itu ditargetkan terbit pada 2025. Tujuannya, meningkatkan aspek efisiensi dan meningkatkan likuiditas pendalaman pasar.
Secara paralel, OJK juga memfasilitasi model bisnis keuangan digital baru dalam ruang uji coba inovasi (regulatory sandbox). Sejak Agustus 2024 hingga Februari 2025, sudah ada lima peserta aktif.
Empat di antaranya mengembangkan solusi tokenisasi RWA dengan underlying berbeda-beda, yakni: emas, surat berharga, dan manfaat kepemilikan properti.
Periode pengujian dalam ruang uji itu terbatas dan membutuhkan waktu evaluasi setidaknya setahun. Masih ada sisa waktu beberapa bulan lagi untuk melihat hasil akhir dari model bisnis mereka.
Bagaimanapun, menurut Dewan Komisioner dan Kepala Eksekutif Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital dan Aset Kripto OJK, Hasan Fawzi, dua dari empat inovator bermodel bisnis tokenisasi RWA sudah mulai menerbitkan koin, walau perdagangannya masih terbatas.
“Dengan begitu ekosistemnya nanti akan terbentuk. Seandainya mereka lulus, itu akan jadi dasar kita untuk mengidentifikasi risikonya apa, perlu dibuat aturan seperti apa untuk tokenisasi itu,” ujarnya.
Itu semua jadi bagian ekosistem baru di setiap jenis token yang sedang diuji coba. Model inovasi itu dapat membuka kans kemitraan dengan pemain industri keuangan lain, seperti PT Pegadaian (Persero) ataupun bank kustodian.
“Makin lama, jadinya aset-aset kripto kita akan makin banyak yang punya kepastian underlying aset, karena di belakangnya ada sesuatu, aktivitasnya," imbuh Hasan.
Sejalan dengan peluang itu, ada tantangan yang harus dihadapi oleh seluruh ekosistem aset kripto. Mengenai RWA misalnya, itu mesti diimbangi keamanan yang tinggi.
Sebab, ada risiko peretasan, kerentanan kontrak pintar, dan kepercayaan publik terhadap infrastruktur blockchain. Dus, keberhasilannya akan bergantung pada partisipasi dari institusi keuangan dan investor.
“Tanpa adopsi yang luas, pasar untuk aset digital ini bisa tetap terbatas,” kata CEO Tokocrypto, Calvin Kizana (17/2).