Bitcoin Anjlok ke US$109 Ribu, Tekanan Datang dari Inflasi AS

Jakarta, FORTUNE - Harga Bitcoin kembali turun tajam ke kisaran US$109.070 atau 3,8 persen lebih rendah dalam beberapa hari terakhir. Melansir Cointelegraph (30/8), angka ini sekaligus menandai penurunan lebih dari 10 persen dari rekor puncak Agustus di atas US$124.000, serta berpotensi mencatat koreksi bulanan pertama sejak April. Sepanjang Agustus, Bitcoin diproyeksikan melemah sekitar 6 persen setelah sebelumnya mencatat empat bulan kenaikan beruntun
Penurunan harga Bitcoin tak lepas dari rilis data inflasi utama Amerika Serikat. Departemen Perdagangan AS mencatat bahwa indeks belanja konsumsi pribadi (PCE) inti naik 2,9 persen secara tahunan pada Juli, level tertinggi sejak Februari. Secara bulanan, harga inti naik 0,3 persen dan indeks inflasi keseluruhan bertambah 0,2 persen, sejalan dengan perkiraan.
The Fed menganggap PCE inti sebagai panduan terbaik untuk mengukur inflasi yang mendasarinya. Meski demikian, pasar masih memperkirakan bank sentral akan memangkas suku bunga pada pertemuan September. Mengutip Cointelegraph, Gubernur The Fed, Christopher Waller, bahkan mengisyaratkan kemungkinan pemangkasan lebih besar “jika data ketenagakerjaan kembali melemah”.
Optimisme pemangkasan suku bunga biasanya mendukung aset berisiko seperti kripto. Namun, langkah Presiden Donald Trump yang berupaya memecat Gubernur The Fed, Lisa Cook, justru memperburuk sentimen. Cook menolak mundur dan menggugat keputusan tersebut dengan alasan pencopotannya akan “merusak independensi The Fed” . Perseteruan langka ini membuat investor semakin khawatir terhadap potensi intervensi politik dalam kebijakan moneter.
Apakah berpotensi rebound?
Selain faktor makro, Bitcoin juga tertekan oleh aksi pelaku besar (whale). Melansir Ainvest.com (31/8), satu whale dilaporkan menjual 24.000 BTC senilai lebih dari US$2,7 miliar, memicu flash crash yang menyeret harga sempat turun di bawah US$109.000. Peristiwa ini memicu likuidasi sebesar US$900 juta di pasar derivatif, dengan 90 persen di antaranya dari posisi long.
Dari sisi teknikal, kondisi pasar semakin rapuh. Bitcoin diperdagangkan dekat pita bawah Bollinger di US$106.494, dengan RSI di 38,62 mendekati area oversold. Namun, divergensi bearish pada MACD serta posisi harga yang berada di bawah SMA 7-hari, 20-hari, dan 50-hari mengindikasikan tekanan jual masih dominan. Level dukungan kritis berada di US$107.350. Jika ditembus, harga berpotensi jatuh ke US$105.000 bahkan US$100.000.
Meski sinyal jangka pendek cenderung bearish, prospek jangka panjang Bitcoin masih ditopang sejumlah faktor. Perusahaan MicroStrategy baru-baru ini menambah 430 BTC ke portofolionya, sehingga total kepemilikan mencapai 629.376 BTC senilai lebih dari US$72 miliar.
Selain itu, halving Bitcoin 2025 diperkirakan akan mengurangi pasokan baru dan berpotensi menjadi katalis percepatan harga. Dukungan lain datang dari arus masuk ke ETF Bitcoin spot AS, yang sejauh ini telah melampaui US$54 miliar, meski belakangan sempat tercatat arus keluar lebih dari US$1 miliar.
Analis menilai jika Bitcoin mampu bertahan di atas level US$107.350, harga bisa kembali reli ke US$112.000. Namun jika tidak, pasar berisiko memasuki fase koreksi lebih dalam.