Baca artikel Fortune IDN lainnya di IDN App
IDN Ecosystem
IDN Signature Events
For
You

Strategi Investasi Reksa Dana di Tengah Pelemahan Daya Beli Masyarakat

ilustrasi instrumen investasi reksa dana pasar uang (unsplash.com/Markus Winkler)
ilustrasi instrumen investasi reksa dana pasar uang (unsplash.com/Markus Winkler)
Intinya sih...
  • Pilih instrumen berisiko rendah demi menjaga stabilitas portfolio dan potensi imbal hasil yang stabil.
  • Stimulus fiskal senilai Rp24,44 triliun belum cukup kuat untuk membalikkan tren pelemahan konsumsi rumah tangga.
  • Deflasi, penurunan konsumsi masyarakat, pertumbuhan kredit konsumsi melambat, dan inflasi rendah menunjukkan lemahnya daya beli masyarakat.

Jakarta, FORTUNE - Pelemahan daya beli dan perlambatan ekonomi mendorong masyarakat lebih selektif dalam berinvestasi. Di tengah ketidakpastian ini, para ahli menyarankan investor menerapkan strategi alokasi aset lebih defensif guna menjaga stabilitas portofolio.

Sejumlah data mengonfirmasi adanya tren pelemahan konsumsi domestik. Data Bank Indonesia per April 2025 menunjukkan proporsi pendapatan masyarakat yang digunakan untuk konsumsi menurun dari 75,3 persen menjadi 74,8 persen. Sebaliknya, alokasi dana untuk tabungan justru meningkat dari 13,8 persen menjadi 14,8 persen.

Pada saat yang sama, pertumbuhan kredit konsumsi melambat menjadi 8,9 persen secara tahunan (year-on-year/YoY), lebih rendah dari bulan sebelumnya yang mencapai 9,2 persen.

Rendahnya inflasi juga dinilai mencerminkan lemahnya permintaan. Pada Mei 2025, deflasi mencapai 0,37 persen secara bulanan (month-on-month), melanjutkan tren deflasi dari bulan sebelumnya yang sebesar 0,5 persen.

Di sisi lain, angka pengangguran per Februari 2025 meningkat menjadi 7,28 juta orang, atau naik 83.000 dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

Menanggapi kondisi ini, pemerintah mulai merealisasikan stimulus fiskal jilid kedua senilai Rp24,44 triliun pada Juni hingga Juli 2025. Kebijakan ini bertujuan mendorong pertumbuhan ekonomi dan daya beli.

Namun, Chief Investment Officer PT Inovasi Finansial Teknologi (Makmur), Stefanus Dennis Winarto, menilai stimulus ini belum cukup kuat membalikkan tren pelemahan konsumsi dalam jangka pendek.

“Realisasi stimulus ini baru dimulai pada Juni dan masih bersifat sementara, sehingga efeknya terhadap konsumsi rumah tangga mungkin belum akan langsung terasa, terutama di tengah tren masyarakat yang lebih berhati-hati dalam membelanjakan pendapatan dan memilih meningkatkan tabungan,” kata Stefanus dalam risetnya, Senin (16/6).

Menurutnya, pemulihan daya beli yang menyeluruh membutuhkan program lebih komprehensif.

“Deflasi yang dialami Indonesia adalah warning signal atas lemahnya kemampuan daya beli masyarakat. Stimulus fiskal seperti subsidi transportasi atau bantuan sosial merupakan inisiatif jangka pendek yang positif, namun pemulihan daya beli yang lebih menyeluruh membutuhkan program pemerintah yang lebih komprehensif lagi,” ujarnya.

Dalam kondisi saat ini, Stefanus menyarankan investor berfokus pada instrumen berisiko rendah. Reksa dana pendapatan tetap dianggap sebagai pilihan utama untuk menjaga stabilitas portofolio.

“Reksa dana ini mayoritas berisi obligasi pemerintah maupun korporasi yang menawarkan potensi imbal hasil lebih stabil dibandingkan instrumen lainnya seperti saham,” katanya.

Bagi investor yang mengutamakan keamanan dan likuiditas, reksa dana pasar uang dapat menjadi pilihan. Instrumen ini mengalokasikan dana pada aset jangka pendek seperti deposito dan obligasi yang volatilitasnya rendah.

Sementara itu, reksa dana campuran dinilai cocok bagi investor yang ingin tetap menerapkan strategi diversifikasi. Dengan mengalokasikan dana pada obligasi, saham, dan pasar uang, instrumen ini membantu mengelola risiko di tengah kondisi pasar yang tidak menentu.

Share
Topics
Editorial Team
Bonardo Maulana
EditorBonardo Maulana
Follow Us